Senin, 30 Juli 2012

Pagelaran Seni Budaya PGSD IKIP PGRI Madiun

Pagelaran Seni Budaya PGSD IKIP PGRI Madiun








•    Tepat pada hari Rabu tanggal 27 Juni 2012 lalu, keluarga besar Pendidikan Guru Sekolah Dasar IKIP PGRI Madiun mengadakan sebuah pagelaran seni budaya, yang diikuti oleh seluruh tingkat semester PGSD dan disponsori oleh Hanif foto coppy. Pagelaran diadakan di Gedung Graha Cendekia IKIP PGRI Madiun mulai pukul 08.00 - 21.00 WIB. Acara diawali dengan pameran karya lukisan dari mahasiswa semester empat. Lukisan dari berbagai bahan telah dipajang di dalam gedung dan dapat dinikmati oleh pecinta lukisan hingga keseluruhan acara selesai.
•    Selanjutnya adalah lomba kreasi tumpeng yang diikuti oleh perwakilan setiap kelas dari semester dua, peserta terlihat sangat kreatif dalam menghias tumpeng yang akan mereka lombakan. Perlombaan dimeriahkan oleh hiburan dari mahasiswa PGSD yang berbakat di dunia musik. Perlombaan kreasi tumpeng diakhiri pada pukul 12.00 WIB dan dilanjutkan dengan perlombaan musik akustik lagu anak-anak yang diikuti oleh perwakilan setiap kelas dari semester dua dan semester empat.
•    Malamnya, diselenggarakan perlombaan seni tari yang diikuti oleh perwakilan setiap kelas dari semester enam.
•    Pada puncak acara diumumkan siapa yang menjadi juara dalam setiap perlombaan. Perlombaan musik akustik dimenangkan oleh kelas 4E dengan personil Izka, Purwaksita, Dwi Winarno, Andik dan Hertanto. Lagu naik-naik ke puncak gunung yang mereka sajikan telah membuat para dewanjuri terpesona dan memberikan nilai yang istimewa. Pemenang perlombaan lukisan yaitu Hartuti dari kelas 4E dan Wahyuni yang juga dari kelas 4E. Malam itu kelas 4E mendapatkan banyak penghargaan atas karya-karya mereka. Selamat untuk kelas 4E. Acara dapat terselenggara dengan baik atas kerjasama antar panitia, peserta, dewanjuri, sponsor dan pihak kampus. Acara ini dapat menumbuhkan kerjasama dan rasa tanggung jawab yang luar biasa bagi mahasiswa. Selain itu juga dapat memotivasi mahasiswa dan calon mahasiswa untuk berkreasi dan menuangkan inspirasinya untuk acara-acara yang diadakan tahun depan.
INKBLOT, TARIKAN BENANG DAN TIUPAN



Inkblot
Bahan dan Alat:
1.    Kertas gambar atau kertas HVS
2.    Cat air
INKBLOT
Langkah-langkah:
1.    Kertas dilipat dua, lalu dibuka
2.    Beri tetesan tinta dengan bentuk bebas pada salah satu bagian lipatan.
3.    Lipat kertas kembali dan tekan ke segala arah lalu buka. (tunggu tinta sampai kering kemudian ditambahkan coretan)
4.    Gambar selesai

Tarikan Benang
 Bahan dan Alat:
1.    Kertas Gambar
2.     Tinta hitam atau cat air
3.    Benang jahit 25cm
TARIKAN BENANG
Langkah-langkah:
1.    Bukalah kertas
2.    Ambil benang jahit, lalu celup ke tinta tu cat air
3.    Letakkan benang basah diatas kertas terbuka
4.    Lipat kertas
5.    Tekan kertasnya lalu tarik benang agak cepat
6.    Buka lipatan kertas
7.    Tambahkan coretan-coretan sehingga menjadi gambar yang lebih sempurna.


Tiupan
 Bahan dan Alat :
1.    Buku gambar
2.    Tinta hitam atau cat air
3.    Sedotan limun
4.    Gunting
TIUPAN

Langkah-langkah:
1.    Gunting sedotan limun sepanjang 10 cm.
2.     Celupkan pada tinta, kemudian teteskan pada buku gambar.
3.     Dengan sedotan limun, tiuplah tetesan itu terus menerus agar menyebar ke berbagai arah sampai tinta menjadi kering.

Teknik dasar arsiran

Teknik dasar arsiran

Menguasai teknik arsir dan gradasi adalah salah satu teknik dasar menggambar dengan pensil. Arsir gradasi akan membantu ketajaman mata agar mengenal tingkat intensitas cahaya sehingga dapat melihat daerah terang dan gelap suatu obyek. Latihan arsir gradasi juga sangat membantu ketika Anda membuat bayangan dari suatu obyek.
Beberapa langkah yangharus dilakukan saat belajar Arsir :
•    Berlatih teknik arsir gradasi dapat  mulai dengan membuat satu baris kotak.
•    Jumlahnya bebas terserah  seperti gambar di bawah ini. Kemudian arsirlah setiap kotaknya dengan satu jenis ukuran pensil.
•    Contoh kotak pertama diarsir dengan pensil 2H, kemudian kotak kedua diarsir dengan pensil H, dan seterusnya.
•    Ketika mengarsir semua dilakukan dengan tekanan yang sama.
•    Lihat perbedaan intensitas gelap terang yang dihasilkan setiap pensil.
•    Kemudian arsir gradasi dapat dihasilkan dengan cara lain yaitu buatlah beberapa baris kotak seperti gambar di bawah ini.
•    Lalu menggunakan beberapa jenis pensil, misalnya pensil B, 4B, dan 9B.
•    Arsirlah baris kotak bagian atas dengan pensil B, kemudian arsirlah setiap kotaknya dengan tingkat tekanan pensil yang berbeda.
•    Lihat intensitas gelap terang yang dihasilkan dengan pensil B. Kemudian arsirlah baris kotak bagian tengah dengan pensil 4B, dan berikan tekanan yang berbeda pada setiap kotaknya.
•    Begitu pun dengan baris kotak bagian bawah diarsir dengan pensil 9B dengan tekanan yang berbeda. Arsir gelap dengan tekanan paling kuat yang dihasilkan pensil B bisa hampir menyamai kualitas arsir pensil 4B, begitu pun dengan pensil 4B dengan tekanan yang kuat bisa menyamai intensitas arsir gelap 9B.
•    Dengan sedikit memberi tekanan, intensitas arsir yang dihasilkan pensil 4B bisa menyamai dengan intensitas arsir pensil B. Lakukan dengan berbagai macam jenis pensil lainnya sehingga tingkat kepekaan Anda pada intensitas cahaya dan gelap terang pada suatu obyek meningkat.
•    Latihan selanjutnya mencoba membuat komposisi bentuk dasar, kemudian pada setiap bentuk dasar memberikan arsir dengan tingkat intensitas yang berbeda. Buatlah kotak dengan berbagai ukuran dan bentuk yang sudah mengalami distorsi. Kemudian komposisikan kotak-kotak tersebut.
•    Disamping iyu juga dapat membuat komposisi bentuk dengan menggunakan bentuk dasar lainnya seperti lingkaran, segitiga, dan sebagainya. Selain itu dapat mengkomposisikan bentuk-bentuk dasar tersebut dengan cara yang berbeda.
•    Cobalah membuat berbagai macam sketsa lainnya, carilah berbagai ide komposisi bentuk lainnya, dan pilihlah sketsa yang disukai.
Setelah membuat sketsa komposisi bentuk kotak, persiapkanlah berbagai jenis ukuran pensil, saya lebih suka menggunakan pensil ukuran keras seperti H terlebih dahulu untuk memberikan arsir terang pada kotak yang diinginkan, kemudian pada beberapa bagian masih dengan pensil yang sama saya memberikan tekanan yang lebih kuat sehingga memberikan arsir gelap.
Setelah yakin pada kotak mana yang ingin saya arsir untuk daerah terang dan gelap maka gunakan pensil ukuran lunak seperti 2B.
•    Selanjutnya dapat melihat pada gambar dibawah dengan memberikan arsir gelap dan terang maka pada komposisi kotak terlihat ada suatu volume atau kedalaman. Pada saat menggambar suatu obyek Anda akan mengerti bahwa hanya dengan memberikan arsir gradasi gelap terang, maka obyek tersebut terlihat mempunyai volume dan intensitas cahaya yang berbeda.
Setelah membuat satu baris kotak arsirlah setiap kotaknya dengan berbagai jenis ukuran pensil misalnya 2H, H, B, 2B, dengan tekanan yang sama dapat melihat perbedaan intensitas gelap terang yang dihasilkan setiap pensil.
Buatlah beberapa baris kotak, kemudian setiap barisnya diarsir dengan pensil yang sama misalnya pensil B, tetapi arsirlah dengan tekanan yang berbeda pada setiap kotaknya. Sehingga  akan menemukan pensil B bisa hamper menyamai kualitas arsir pensil 4B.
Latihan membuat komposisi bentuk dasar membantu melihat perbedaan intensitas gelap terang dari pensil. Carilah berbagai ide komposisi bentuk dasar lainnya. Arsir gradasi juga dapat membedakan volume suatu obyek.

BUNGA HIAS DARI SEDOTAN

BUNGA HIAS DARI SEDOTAN
BUNGA DARI SEDOTAN

     Untuk mengisi waktu luang dan mengatasi rasa bosan anda dapat menuangkan kreasi seni anda dalam membuat bunga hias dari bahan sedotan. Selain menghasilkan karya yang cantik juga dapat memanfaatkan waktu, apalagi sebentar lagi ramadhan tiba, kegiatan ini bisa dilakukan sambil menunggu waktu berbuka tiba. Caranya sangat mudah dan menyenangkan.
Bahan dan alat :
•     Sedotan ukuran besar
•    Gunting
•    Kelopak, putik, tangkai dan daun hias
•    Vas bunga
Langkah-langkah pembuatan:
•    Gunting sedotan menjadi 4 bagian
•    Gunting ke dua ujungnya menjadi runcing
•    Lubangi bagian tenganya
•    Rangkai dengan tangkai, kelopak, daun dan putik
•    Pasang bunga di vas
•    Bungapun siap untuk dipajang disudut ruangan atau di meja. Bahkan jika kegiatan ini dikembangkan lebih lanjut dapat menambah penghasilan keluarga, yaitu dengan menjualnya. Jadi banyak sekali manfaat yang diperoleh dari pembuatan bunga hias dari sedotan ini.

Seni 3M (Melipat, Menggunting dan Menempel)

Seni 3M (Melipat, Menggunting dan Menempel)
3M

Melipat, menggunting dan menempel merupakan suatu karya seni yang melibatkan gerak motorik halus manusia. Teknik ini tepat digunakan untuk mengembangkan gerak motorik halus anak-anak, karena dalam teknik ini dibutuhkan ketelitian dan keuletan. Berikut akan sata jabarkan tentang cara pembuatan seni 3M, Bahan dan Alat :
•    Kertas lipat dan kertas HVS
•    Gunting
•    Lem
Langkah-langkah :
•    Lipatkah kertas lipat menjadi 4 bagian dan 1 kali lagi hingga membentuk segitiga
•    Guntingkal lipatan tersebut sesuai keinginan bentuk
•    Buka lipatan
•    Tempelkan kertas hasil guntingan tersebut pada kertas HVS
•    Diikuti dengan guntingan dan bentuk-bentuk lain
•    Sangat mudah bukan, selain menghasilkan karya yang indah juga dapat melatik gerak motorik halus anak, melatih kesabaran anak dan pastinya sangat menyenangkan. Silakan mencoba....:)
MEMBUAT PATUNG DARI BAHAN GYPSUM
GYPSUM DENGAN CARA MENCETAK

•    Membuat patung dari bahan gypsum memang tidak terlalu mudah, butuh ketelatenan. Namun dengan ketelatenan dan kerja keras yang istimewa akan menghasilkan sebuah karya yang istimewa pula. Disini akan saya paparkan cara-cara membuat patung dari bahan gypsum.
Bahan dan alat :
•    Gypsum
•    Pisau ukir/cutter/pimes
Langkah-langkah pembuatan:
•    Cetak gypsum dalam cetakan
•    Lepaskan gypsum dari cetakan
•    Rapikan dengan menggunakan pisau/cutter/pimes
•    Rapikan ukiran dan bagian-bagian detilenya

CARA MEMBUAT ANYAMAN

Cara Membuat Anyaman Kertas
Bahan yang diperlukan untuk cara membuat anyaman kertas
•    2 lembar kertas Padalarang atau manila warna-warni beda warna
•    gunting
•    pisau cutter
•    pensil
•    penggaris
•    lem kertas
Cara membuat anyaman dari kertas
•    Buatlah garis garis pada kertas dengan pensil pada sisi lebarnya dengan jarak 1 cm
•    Untuk pada bagian tepi kertas beri sisa 2 cm
•    Potonglah bagian yang sudah diberi garis tadi dengan pisau cutter
•    Ambillah kertas yang ke- 2 kemudian potong memanjang dengan gunting selebar 1 cm
•    Mulai menganyam dengan motif anyaman kertas yang diinginkan
•    Setelah selesai mengayam semua kemudian rapikan
•    Berilah lem dan rekatkan pada bagian tepi atau sisa anyaman agar tidak terlepas
Tips motif anyaman kertas
•    Motif yang akan kita buat, bisa digambar terlebih dahulu pada kertas lain
•    Ketika menganyam gunakanlah bantuan penggaris agar lebih mudah
•    Banyak sekali jenis motif anyaman kertas yang bisa kita buat sesuai inspirasi kita sendiri

MENCETAK

A.     Pengertian Mencetak
Seni grafis identik dengan kegiatan cetak-mencetak, oleh karena itu istilah seni grafis dikenal juga dengan seni mencetak atau mencetak. Istilah ini lebih sesuai dengan istilah yang digunakan dalam pelajaran mencetak yang dilakukan di Taman Kanak-kanak. Mencetak merupakan suatu cara memperbanyak gambar dengan alat cetak / acuan / klise. Alat cetak dapat diperoleh secara sederhana atau direncana. Dalam perkembangan seni rupa, mencetak bisa dikatakan seni grafis yakni merupakan karya dwimatra yang dibuat untuk mencurahkan ide/gagasan dan emosi seseorang dengan menggunakan teknik cetak, sehingga memungkinkan pelipatgandaan karyanya. Hasil cetakan menunjukkan kreatifitas maupun keterampilan penciptanya. Proses mencetak yaitu membuat acuan cetak atau klise dengan cara menggores atau mencukil pada sekeping papan, gips, logam atau bahan lainnya. Hasil cukilan diolesi tinta, kemudian dilekatkan pada selembar kertas dan ditekan. Akhirnya tinta dari acuan melekat pada kertas. Mencetak merupakan kegiatan seni rupa yang termasuk seni dua dimensi. Sebenarnya kegiatan mencetak ini tidak asing bagi anak-anak. Mereka sering melakukannya di atas trotoar atau dinding dengan menjejakkan alas sepatu atau tangannya ke atas trotoar dan dinding tersebut. Kadang-kadang mereka menjejakkan kakinya di atas lumpur atau pasir pantai hingga terdapat bekas jejak-jejak kaki tersebut. Kreasi lain sering juga dilakukan dengan membuat goresan dari tongkat ke atas pasir laut, atau tanah. Tanpa disadari kegiatan tersebuat merupakan kegiatan mendesain yang dilakukan berulang-ulang yang merupakan kegiatan mencetak. “Mencetak membutuhkan acuan sebagai alat cetak yang digunakan sebagai alat untuk mereproduksi karya sesuai jumlah yang diinginkan” (Mattil, 1965). Prinsip mencetak dapat dijumpai ketika membubuhkan cap jari pada surat identitas atau menstempel surat. Kegiatan tersebut dapat dilakukan berulang kali dengan hasil yang sama, hasil dari cetakan tidak dapat dikatakan mana yang asli dan mana yang duplikat dari hasil cetak pertama, kedua dan seterusnya.

B.     Sejarah Mencetak
Pada mulanya seni grafis mulai berkembang di negara Cina. pada negara tersebut seni grafis digunakan untuk menggandakan tulisan-tulisan keagamaan. Naskah-naskah tersebut ditatah atau diukir di atas bidang kayu dan di cetak di atas kertas. Cina menemukan kertas dan memproduksinya secara massal di tahun 105. pada masa itu Cina di bawah pemerintahan Dinasti Yi.
Karya-karya seni grafis dengan media kayu (cukilan kayu) ditemukan di negara-negara Asia yang memiliki kultur tua dan kuat seperti Cina, Jepang, dan Korea. Bangsa romawi pun telah mengenal tekhnik cetak ini yang digunakan untuk menghias jubah-jubah dengan cetak stempel. Teknik cetak ini kurang berkembang karena bangsa Eropa tidak mengenal kertas. Teknik grafis di Eropa baru berkembang di abad ke - 13, dengan ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg dan didirikannya pabrik kertas pertama di Italia. Sejak itulah seni grafis dengan beragam teknik berkembang di Eropa.
Seni grafis di Indonesia awalnya merupakan media alternatif bagi seniman yang telah mengerjakan bidang lainnya seperti melukis atau mematung. Secara kronologis seni grafis muncul sekitar tahun 1950-an tokohnya Suromo dan Abdul Salam di Yogyakarta. Membuat karya dengan teknik cukil kayu ( woodcut ) dan kebanyakan dari karyanya merupakan poster perjuangan. Kemudian tokoh yang lain adalah Baharudin Marasutan ( Jakarta ) dan Mochtar Apin ( Bandung ).

C.     Macam-Macam Mencetak
Berbagai macam proses mencetak, antara lain:
1.    Cetak tinggi
2.    Cetak dalam
3.    Cetak datar
4.    Cetak saring
5.    Mencetak lipat
6.    Mencetak bayangan
Berikut akan diuraikan masing-masing macam proses mencetak.
1.      Cetak tinggi
Proses cetak tinggi menggunakan klise/acuan/alat cetak yang akan menghasilkan gambar dari bagian yang menonjol. Apabila alat cetak dioles dengan tinta, bagian yang menonjol itu akan menerima tinta. Jika klise/ alat cetak itu ditempelkan pada kertas kemudian diangkat, maka tampaklah gambar pada kertas. Contoh cetak tinggi yang sederhana ialah: stempel, jari, uang logam, potongan pelepah pisang, tutup botol, kulit kacang, buah-buahan, rol tissue dan benang ditempel, cukilan ubi/wortel dan sebagainya. Pembuatan klise untuk cetak tinggi dapat dilakukan dengan menggunakan guntingan gambar, dan selanjutnya dapat untuk mencetak, contohnya media berupa: guntingan gambar, papan/karet(linolium)/ubi, akrilik/cat poster/pewarna kue, pensil, kuas, pisau atau alat pencukil dan kertas gambar.
Cara pembuatannya
a.       Gambar ditempelkan pada papan atau karet atau ubi
b.      Pola ditoreh/dicukilkan dengan pisau/alat pencukil
c.       Klise/alat alat cetak selesai
d.      Klise/ alat cetak dioles dengan tinta
e.       Cetakan kea rah kertas gambar
f.        Jadilah gambar cetakan
2.      Cetakan dalam
Proses cetak dalam menggunakan klise/alat cetak yang akan menghasilkan gambar adalah bagian yang menjeluk/dalam. Cara pembuatannya sebagai berikut:
a.       Siapkan tembaga/seng atau plastic yang tebal, alat gores yang tajam, tinta, kuas, kain lap.
b.      Membuat gambar pada tembaga/seng dengan cara digores
c.       Tinta dioleskan pada bagian yang menjeluk/dalam
d.      Tinta yang menempel pada bagian datar dibersihkan
e.       Kemudian kertas yang akan dicetak diletakkan pada permukaan klise, kertas ini harus kertas yang mudah menyerap tinta.
f.        Selanjutnya ditindih dengan rata atau dipres dengan alat pres
g.       Akhirnya kertas di angkat dan tampaklah gambar pada kertas

3.      Cetak datar
Contoh yang paling sederhana ialah cetak agar-agar. Media : agar-agar, air, lem arab, gula pasir, dan glaserin, seng tempat untuk menuangkan, kompor, kertas, gambar, tinta. Urutan kegiatan sebagai berikut:
a.       Membuat adonan acuan dengan menggunakan agar-agar, yakni: rendam agar-agar dengan air dingin selama 5 menit. Kemudian agar-agar dimasukkan ke dalam air mendidih sehingga menjadi cairan. Masukkan lem arab, glaserin, seperlunya kemudian diaduk sampai merata. Selanjutnya dituang ke dalam seng sampai penuh rata dan membeku.
b.      Membuat gambar pada kertas dengan tinta.
c.       Letakkan kertas itu pada permukaan aga-agar yang disiapkan terlebih dahulu. Permukaan kertas bergambar berada di baeah menempel pada agar-agar, lalu angkatlah dengan hati-hati. Gambar tadi menempel pada permukaan agar-agar. Jika kemudian kertas kosong diletakkan pada agar-agar itu ditekan sampai rata, lalu diangkat, gambar akan dicetak pada kertas itu.
Sekarang hampir semua percetakan menggunakan mesin cetak offset yang berdasar pada proses cetak datar/rata. Acuannya disebut pelat. Bagian yang menghasilkan gambar mampu menangkap tinta, tetapi menolak air. Sebaliknya bagian pelatnya menolak tinta, tetapi menarik air. Tinta yang dioleskan pada pelat, hanya bagian yang menghasilkan gambar saja yang menerima tinta, selanjutnya pindah pada kertas yang dicetak.
Cetak datar yang sederhana dapat menggunakan kaca. Disini dikatakan datar, kerena menggunakan kaca sebagai cetakan yang mempunyai permukaan datar.
Media: kaca satu lembar, kertas gambar yang lebih lebar daripada kaca, cat atau lem kanji yang dicampur dengan pewarna kue, kain lap, tempat cat, kuas dan Koran bekas untuk alas.
Teknik pembuatan:
a.       Kaca digambari dengan cat atau lem kanji dicampur dengan pewarna kue
b.      Letakkan kertas di atas kaca yang telah digambari
c.       Kertas ditekan ambil diratakan
d.      Angkat kertas dari kaca
e.       Jadilah gambar di atas kertas
4.      Cetak Saring
            Proses cetak saring atau cetak sablon yang disebut juga cetak stensil ini, bagian alat cetak, klise/acuan merupakan bahan sutera sebagai saringan, tinta menembus acuan menghasilkan gambar. Cara membuatnya:    
a.       Siapkan kain polos yang halus, bingkai kayu (20x30cm), rakel, lem, kanji, pewarna kue atau tinta cina , lilin, alat pemanas/kompor/anglo kuas, cat kaleng, dan paku kecil secukupnya
b.      Buatlah klise/acuan dengan memasang kain pada bingkai kayu lalu digambari dengan pensil dan disusul dengan digambar dengan lem yang dicampur dengan pewarna kue,
c.       Gambar kering, lalu sekitarnya diolesi dengan lilin cair,
d.      Cucilah lem yang kering setelah lilin dingin dan biarkan melekat pada kain,
e.       Selanjutnya acuan/klise siap untuk menyablon. Letakkan kertas dibawah acuan . kemudian cat diratakan dengan rakel. Akhirnya cat akan menembus kain dan terwujutlah gambar pada kertas.
5.    Mencetak Lipatan
            Teknik cetak ini merupakan cara sederhana, yakni cetak lipatan kertas. Dengan teknik ini Anda akan memperoleh gambar-gammbar yang menarik dan bagus. Cara membuatnya sebagai berikut:
a.       Siapkan kertas gambar, langsung dilipat
b.      Buka lipatan, lalu teteskan tinta beberapa warna
c.       Tutuplah lipatan tadi, biarkan sebentar
d.      Bukalah lipatan tersebut. Anda akan melihat cetakannya.
6.    Mencetak Bayangan
            Mencetak bayangan merupakan kegiatan berkarya seni rupa yang menghasilkan gambar bayangan. Media yang digunakan diperlukan kertas gambar, ddaun atau guntingan gambar, cat air, cat semprot, atau pewarna kue, sikat gigi bekas dan sisir. Cara Membuatnya :
a.       Daun atau guntingan gambar diletakkan di atas kertas gambar
b.      Cara mencetak dengan sisir atau dengan semprotan
c.       Setelah cat kering, daun atau guntingan kertas diangkat

D.    Implementasi Dalam Pembelajaran di SD
Pembelajaran SD Kelas 1
Standar Kompetensi: Siswa mengenal, menanggapi dan berkreasi berbagai gagasan imajinatif dengan unsur-unsur rupa melalui kepekaan inderawi ke dalam karya seni rupa.
Kompetensi Dasar: Mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai gagasan imajinatif menggunakan berbagai bahan.
Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar di atas siswa diharapkan dapat membuat karya gambar cetak ekspresi dengan berbagai cetakan dari bahan alam yaitu cetak penampang, daun-daunan, dan umbi-umbian. Untuk mencapai kompetensi tersebut, kegiatan pembelajaran diawali dengan mempersiapkan bahan dan alat yang diperlukan: kertas, pewarna, pelepah daun, buah, daun daunan, umbi-umbian, pisau, cutter, silet, alas pewarna, spon/busa, kapas, koran bekas. Proses pengerjaannya:
a.       Pilihlah penampang apa yang akan dijadikan acuan cetaknya pelepah daun atau buah-buahan. Pelepah daun yang sering dijadikan acuan cetak adalah: pelepah daun pisang, pelepah daun talas, pelepah daun pepaya. Buah belimbing dapat pula dijadikan sebagai acuan cetak.
b.      Potonglah penampang bahan acuan cetak itu dengan pisau, cutter atau silet. Arah potongan bebas. Usahakan agar permukaan potongan rata. Kerataan permukaan potongan sangat menentukan hasil cetakannya.
c.       Siapkan pewarna. Pewarna yang disiapkan bergantung dari keadaan bahan acuan cetaknya. Bila acuan cetaknya masih mengeluarkan getah/cairan, cukup disediakan serbuk pewarna saja. Pewarna akan menjadi cair setelah bersatu dengan cairan acuan cetak. Akan tetapi bila acuan cetaknya tidak mengeluarkan cairan, kita perlu menyediakan pewarna yang sudah dicampur dengan air.Pewarna serbuk, cukup disebarkan pada alas warna yang bentuknya datar dan rata misalnya: kaca, formica, lembaran plastik, piring. Penampang acuan cetak yang mengandung cairan digosok-gosokan pada serbuk warna yang ditaburkan di alas hingga rata, maka terjadilah warna yang siap pakai. Pewarna cair dapat dipulaskan pada busa/spon, atau pada kapas.
d.      Mencetakkan acuan cetak. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan ikutilah petunjuk ini.
1)      Penampang acuan cetak yang masih basah tekankan pada pewarna yang ada pada alas warna tadi.
2)      Selanjutnya tempelkan (sambil ditekan) acuan cetak tersebut pada kertas yang sudah diletakkan di atas koran.
3)      Kemudian angkat acuan cetaknya. Gambar acuan cetak akan tertera pada kertas. Untuk membuat bentuk/gambar yang sama, lakukan kegiatan seperti yang dilakukan sebelumnya beberapa kali bergantung kebutuhan pada kertas yang sama atau yang lain.
4)      Acuan cetak yang sudah kering (tidak mengeluarkan cairan), pengisian warnanya harus dengan cara menempelkan acuan cetak tersebut pada spon/busa, atau kapas yang sudah diisi pewarna. Pencetakannya sama seperti pada pencetakkan acauan cetak sebelumnya. Demikian pula pengulangan pencetakkannya.
5)      Perlu diperhatikan agar pewarna yang menempel pada acuan cetak tidak berlebihan, tidak pula kekurangan. Bila hal ini terjadi, hasil cetakannya tidak akan memuaskan.
Proses pencetakkan daun-daunan dilakukan sebagai berikut:
a)      Pilihlah bentuk daun yang menarik serta ukurannya tidak terlalu lebar.
b)      Siapkan pewarna pada alas warna seperti pada cetak penampang. Usahakan agar keadaan pewarna pada alas merata keadaannya, serta tidak terlalu encer.
c)      Tempelkan permukaan daun tadi serata mungkin pada alas pewarna.
d)      Selanjutnya permukaan daun yang sudah berwarna tadi tempelkan pada kertas yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Gosoklah permukaan daun itu dengan hati-hati. Agar aman dan leluasa menggosok, simpanlah kertas di atas permukaan daun tersebut.
Bila mencetakkannya sempurna, bentuk daun serta warna yang dipilih akan tergambarkan pada kertas. Pada cetak umbi-umbian, kita harus membuat acuan cetak terlebih dahulu. Umbi-umbian yang biasa digunakan untuk acuan cetak diantaranya adalah: ubi jalar, kentang, talas, wortel, ketela pohon. Proses kerjanya sebagai berikut:
a)      Potonglah umbi yang sudah dipilih untuk acuan cetak serata mungkin.
b)      Buatlah gambar/bentuk pada permukaan potongan yang rata tadi.
c)      Selanjutnya hilangkan atau rendahkan bagian permukaan yang nantinya tidak akan memindahkan gambar/bentuk dengan jalan mengerat atau menorehnya.
d)      Siapkan pewarna sebelum melakukan pencetakkan. Namun sebaiknya lihat kembali proses pencetakan penampang yang basah dan yang kering. Pada cetak umbi-umbian-pun berlaku hal seperti itu, karena ternyata ada umbi-umbian yang masih mengandung cairan dan sebaliknya. Oleh sebab itu untuk acuan cetak dari umbi-umbian yang masih basah, gunakan serbuk warna. Sedangkan untuk acuan cetak dari umbi-umbian yang sudah kering, pewarna harus dicampur dahulu dengan air. Sekali lagi tata cara pencetakkannya lihat proses cetak penampang.
Perlu diperhatikan agar pada proses cetak ini (penampang, daun-daunan, dan umbi-umbian), digunakan alas yang agak empuk. Alas yang keras kurang baik hasilnya.

MENGGAMBAR IMAJINASI

Pengertian Menggambar Imajinasi.
1.      Pengertian Menggambar.
Untuk memahami apa sebenarnya menggambar itu, kita harus menemukan maknanya lebih dalam karena lain menggores-goreskan pensil atau kuas dengan jari. Pada hakekatnya menggambar ini adalah pengungkapan seseorang secara mental dan visual dari apa yang dialaminya dalam bentuk garis dan warna. Menggambar merupakan wujud pengeksplorasian teknis dan gaya, penggalian gagasan dan kreativitas, bahkan bisa menjadi ekspresi dan aktualisasi diri. Pada intinya, menggambar adalah perpaduan keterampilan, kepekaan rasa, kreativitas, ide, pengetahuan, dan wawasan. Menggambar bisanya digunakan untuk mengungkapkan suatu ide. Tidak hanya ide kreatif dari seorang seniman, setiap orang juga seringkali menggunakan gambar untuk menjelaskan buah pikirannya.
Ada beberapa metode dalam menggambar yang tujuannya mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak, yaitu :
a.       Menggambar dengan cara mengamati (observasi).
Anak bisa menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri tanpa menjiplak atau dengan contoh pola. Dengan demikian anak dapat melupakan observasi dengan cara menciptakan, bereksperimen, dan melampaui kemampuannya.
b.      Menggambar berdasarkan pengalaman/kenangan.
Menggambar dengan metode ini lebih memotivasi anak untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan pengalaman dan kenangannya. Saat latihan, guru harus banyak menggunakan pertanyaan untuk membantu mereka mengingat detail yang berarti dari pengalaman mereka.

c.       Menggambar berdasarkan imajinasi.
Kejadian mendorong kita untuk keluar dan bisa diekspresikan dalam bentuk gambar, lukisan, dan model. Menggambar dengan imajinasi menjadi lebih efektif dengan latihan yang rutin.
Untuk pembelajaran menggambar anak usia 6-12 tahun kami menggunakan model pembelajaran observasi. Model ini kami kembangkan karena merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada belajar kreatif, belajar aktif, dan konstruktivis. Metode observasi langsung selain sebagai sumber yang baik sebagai konten, dia juga merupakan sumber imajinasi (area yang penting dalam perkembangan berpikir), pengalaman, ingatan, dan kejadian khusus (baik dan buruk) dalam kehidupannya (ini penting untuk perkembangan emosinya).
Kegiatan coret mencoret adalah bagian dari perkembangan motorik anak dan anak sangat menyenangi kegiatan ini, sehingga dengan dorongan guru dan kesempatan yang diberikan anak akan termotivasi membuat gambar. Kegiatan mencoret-coret ini dapat mengembangkan gerak motorik kasarnya. Sebelum tahap menggambar bentuk, anak biasanya melewati tahap mencoret-coret. Setelah tangannya cukup lentur, mereka akan dapat menggambar bentuk, dan lain sebagainya.
Kegiatan menggambar merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaanya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu cara manusia mengekspersikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu bentuk bahasa. Ada 3 tahap perkembangan anak yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak menggambar:
a.       Pertama, tahap mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga coretan yang dibuat masih berupa goresan-goresan tidak menentu seperti benang kusut.
b.      Tahap kedua, juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali. Pada tahap ini anak mulai menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan menjadi garis panjang, kemudian lingkaran-lingkaran.
c.       Tahap ketiga, pada anak usia 3 ½ – 4 tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih luwes. Mereka sudah mahir menguasai gerakan tangan sehingga hasil goresannyapun sudah lebih. Tujuan menggambar bagi anak :
1)      Mengembangkan kebiasaan pada anak untuk berekspresi.
2)      Mengembangkan daya kreativitas.
3)      Mengembangkan kemampuan berbahasa.
4)      Mengembangkan citra diri anak.
2.      Pengertian Imajinasi
Sebagian orang menganggap imajinasi itu penting, tetapi sebagian yang lain mungkin mengabaikannya. Namun, siapaun yang mempunyai kreativitas, tentu akan meningkatkan imajinasi sebagai hal yang penting. Ibarat jendela, imajinasi mengantar kita untuk membuka rumah pikiran kita dan kemudian menggapai dalam-dalam dan jauh-jauh sebuah ide, fakta, realitas, hinggan fenomena.
Imajinasi merupakan potensi yang dimiliki manusia dan yang menggerakkan hidup manusia. Melalui imajinasi, manusia memahami dan membentuk dirinya, serta seluruh kehidupan ini. Begitu pentingnya imajinasi Albert Ainstein mengatakan bahwa imajinasi lebih penting dari pada ilmu pengetahuan. Karena dengan imajinasi yang ada dalam otak, akan menggugah tubuh kuta untuk mencari tahu semua yang ada dalam imajinasi. Sehingga muncullah ragam ilmu pengetahuan
Mengenai pentingnya imajinasi, Wass (Laily, 2009:83) sampai pada kesimpulan bahwa imajinasi adalah cara berfikir alami yang menghasilkan perubahan, bahkan sebelum kita menyadarinya. Berfikir secara sadar melalui latihan berimajinasi memiliki potensi untuk membantu seseorang meraih cita-cita dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan pribadi.
B.     Manfaat Menggambar untuk Perkembangan Anak.
Menggambar merupakan aktivitas yang penuh stimulasi terhadap proses tumbuh kembang anak. Seperti halnya menulis dan kegiatan bermain, menggambar memiliki manfaat untuk perkembangan anak. Secara edukatif, menggambar merupakan metode belajar yang menyenangkan bagi anak-anak di usia 7 tahun pertama karena secara alamiah anak-anak sangat suka menggambar atau membuat coretan-coretan pada banyak media yang ditemukannya, seperti dinding, kain sprei, kertas, buku atau benda-benda mainannya. Kegiatan ekspresif seperti ini merupakan aktivitas kreatif anak yang perlu diperhatikan , dikembangkan dan disalurkan dengan tepat, sehingga dapat menunjang optimasi perkembangan minat, bakat juga kecerdasannya.
Masa kecil merupakan masa keemasan anak dan sebagai pembelajar sejati, anak-anak tidak hanya membutuhkan kelengkapan sarana atau fasilitas untuk menggambar, tetapi lebih dari itu mereka membutuhkan suasana yang nyaman dan menyenangkan. Menggambar biasanya berkaitan dengan dunia bermain anak yang penuh keceriaan. Karena itu, perhatian, dukungan, motivasi dan apresiasi orang tua sebagai orang terdekat sangat diperlukan untuk membangun suasana fun, tetapi kebermanfaatannya sebagai metode belajar tetap tercapai. Dan manfaat menggambar untuk anak adalah:
1.      Pertama, menggambar dalam bentuk apapun merupakan ekspresi dan bagian dari proses kreatif dan imajinatif mereka di masa kecil. Dengan menggambar, anak akan belajar mencipta atau berkreasi, menuangkan ide-idenya, serta memvisualisasikan dan merealisasikan imajinasinya dalam sebuah karya.
2.      Kedua, membantu proses perkembangan aspek kognitif, kecerdasan emosional dan kecerdasan motorik mereka. Menggambar dapat membantu meningkatkan konsentrasi anak, melatih daya ingat, kesabaran, ketelitian dan keuletan anak dalam menghasilkan sesuatu. Selain sebagai bentuk ekspresi, menggambar juga dapat membantu menyalurkan bentuk-bentuk emosi yang dirasakan anak melalui gambar. Menggambar juga melatih keterampilan dan kemampuan motorik halus anak. Seperti halnya menulis, menggambar dapat melatih gerak tangan untuk menghasilkan tulisan atau bentuk gambar yang lebih baik.
3.      Ketiga, mengasah bakat anak yang bisa berdampak signifikan terhadap kemampuan dan skil mereka di masa depan. Semua anak mungkin suka menggambar dan bisa menggambar, tetapi anak yang berbakat menggambar bisa menghasilkan gambar yang lebih bagus. Karena itu, ketika anak mulai mencorat-coret media yang ditemukannya, simpanlah kata “jangan” dan gantilah dengan memberikan media menggambar yang tepat seperti kertas, buku gambar, atau karton. Biarkan mereka berekspresi, serta berikan pula apresiasi atas gambar yang mereka buat atau mereka warnai. Bakat bisa diminati jika terus dilatih, dibiasakan dan dikembangkan dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan.
4.      Keempat, menggambar sebagai sebuah stimulus untuk menumbuhkan minat belajar, sekaligus metode pembelajaran dan pendidikan berbasis kreativitas, dengan syarat anak dibiarkan mengekspresikan pikiran dan perasaannya lewat gambar tanpa selalu diberikan objek tiruan. Gambar yang berantakan khas coretan anak lebih mencerminkan naturalitas dan kreativitas daripada kehalusan bentuk yang dihasilkan dari meniru objek yang ada.
C.     Pola Perkembangan Menggambar Pada Anak.
Karakter gambar anak berkembang seiring pertambahan usianya. Menggambar merupakan kegiatan ekspresi kreatif yang populer di kalangan anak-anak. Pengalaman batin yang sederhana pada anak-anak merupakan kenangan indah dan hangat yang sewaktu-waktu bisa diungkapkan dengan berekspresi dan juga merupakan pendorong baginya. Sebagian besar kehidupan anak-anak dipenuhi dengan permainan, permainan sebagai bagian yang menyeluruh dalam kehidupan anak. Dalam permainnya anak senantiasa meniru-niru orang dewasa, mereka membuat rumah-rumahan, membersihkannya, mengecatnya, menatanya layaknya orang dewasa.
Perhatikanlah, ada kalanya ketika kita sedang menulis, si anak akan menirunya dengan mengambil kertas dan membuat goresan-goresan, sekalipun goresan-goresan itu bagi kita tidak bermakna, tetapi nampak anak mendapat kepuasan. Jadi bukan makna dari goresan itu yang berarti bagi anak, tetapi kepuasan yang lebih diutamakan. Buktinya anak akan semakin senang dan semakin rajin menggores. Hal itu bukan tanpa arti, tetapi merupakan langkah awal bagi anak dalam melakukan gerak motoriknya, gerak kordinasi antara tangan dan mata.
Ini akan menrupakan langkah yang penting dalam kehidupan selanjutnya walaupun dilakukan secara santai sambil bermain-main. Oleh karena itulah, dalam memimbing anak dalam menggambar harus diciptakan suasana santai dimana anak dapat mengembangkan imajinasinya dengan leluasa. Menggambar bagi anak adalah bagian dari permainan, dimana mereka dapat mengembangkan daya imajinasinya.Sebagaimana kemampuan lain pada umumnya, kemampuan menggambar anak sudah berkembang bahkan sejak periode batita. Lebih dari itu gambar yang dihasilkan oleh seorang anak di setiap periode memiliki arti dan karakteristik yang berbeda-beda.
Viktor Lowenfeld dalam bukunya Creative and Mental Growth (1982) meneliti tingkat perkembangan menggambar anak berdasarkan usia, menganalisis tentang periodisasi yang menjadi ciri umum lukisan anak-anak sesuai waktu (usia) dan tahap perkembangan sosial intelektual mereka, sebagai berikut:
a.       Periode Coreng-Moreng (Scribbling Stage).
Periode ini berlaku bagi anak berusia 2 sampai 4 tahun (masa prasekolah). Gambar yang dibuat tanpa makna, hanya perbuatan meniru orang lain, tetapi merupakan latihan gerak motorik dari koordinsai gerakan tangan dan mata, gambar berupa goresan tipis tebal dengan arah yang belum terkendali. Periode ini terdiri dari 3 fase, hanya setiap fase jaraknya sangat singkat sekali, sehingga dianggap satu fase.
b.      Goresan Tak Beraturan.
Gambar tanpa makna, karena anak melakukannya hanyalah meniru orang lain, belum dapat membuat coretan berupa lingkaran, karena hanya merupakan latihan gerak motorik antara mata dengan gerak tangan, bentuk garis sembarangan, bersemangat tanpa melihat ke kertas, merupakan fase yang paling awal dalam tahap perkembangan menggambar anak.

Gambar 1 Dalam goresan tak beraturan, pena tidak lepas dari kertas. (Lowenveld,1975)

c.       Goresan Terkendali.
Berupa goresan-goresan tegak, mendatar, lengkung bahkan lingkaran, coretan dilakukan berulang-ulang. Nampak anak mulai memerlukan kendali visual terhadap coretan yang dibuatnya, disini koordinasi antara perkembangan visual (gerak mata) dengan gerak motorik (tangan) semakin lengkap. Goresan dibuat dengan penuh semangat.

Gambar 2 Goresan terkendali memperlihatkan gerakan yang bervariasi, dengan ditambah menggunakan gerakan otot kecil. (Lowenveld,1975)

d.      Goresan Bermakna.
Pengalaman anak dalam membuat goresan semakin lengkap, gambar anak mulai terwujud menjadi satu kesatuan, bentuk yang semakin bervariasi, anak mulai memberi nama pada hasil coretannya dan mulai menggunakan warna. Dalam menggambar, anak belum mempunyai tujuan untuk menggambar sesuatu, karena fase ini lebih didasari oleh perkembangan fisik dan jiwa anak. Anak yang normal pasti suka meggambar.

Gambar 3 Anak usia 4 tahun menggambar dengan maksud tertentu. (Lowenveld,1975)

e.       Periode Pra Bagan (Pre Schematic Stage)
Periode ini berlaku bagi anak berusia 4-7 tahun. Sejalan dengan meningkatnya perkembangan anak, pengalaman anakpun makin bertambah, lingkup sosial makin luas, anak berkesempatan mencipta, bereksperimen, menjelajah, dan berbagai hal baru yang erat dengan perkembangan jiwa, rasa maupun emosinya. Anak mulai mengenal dunia baru, mengenal sekolah, teman sebaya, guru, dan lingkungan baru. Sehingga gambar yang dibuat oleh anak mulai menggambar bentuk-bentuk yang berhubungan dengan dunia sekitar mereka. Rumah, manusia pohon dan lingkungan sekitarnya menjadi obyek yang menarik perhatian anak. Terutama gambar manusia, jarang anak seusia ini menggambar manusia dari samping, mereka lebih menyukai gambar dari arah depan, karena dapat memuat unsur wajah yang lebih lengkap.
Unsur warna kurang diperhatikan, anak lebih tertuju pada hubungan antara gambar dan obyek gambar. Warna menjadi subyektif karena tidak mempunyai hubungan dengan obyek. Sedangkan konsep ruang tak lain adalah apa yang ada di sekitar dirinya, menjadikan tidak logisnya antara obyek yang satu dengan obyek lainnya.
 
Gambar 4. Bentuk dasar yang paling esensi terdapat pada gambar anak ini, yaitu jari kaki merupakan dianggap bagian yang penting. (Lowenveld,1975)
Anak kelas satu SD berusia antara 6 – 7 tahun yang mana pada usia ini anak sangat peka pada lingkungannya. Ia selalu ingin tahu, senang mencoba, benaknya selalu dipenuhi dengan pertanyaan “mengapa”? dan hasil pengamatan terhadap gambar anak kelas satu sebagai berikut:
1)      Belum ada kesadaran ruang objek yang mereka gambar terkesan tegak lurus atau datar dan terkesan tidak memiliki ruang.
2)      Ukuran objek tidak proporsional antara satu dengan yang lainnya.
3)      Cenderung menggunakan warna-warna yang mencolok.
4)      Segi perspektifnya belum ada.
5)      Sudah mampu menggambar suatu bentuk geometris, contohnya persegi panjang sesuai dengan imajinasinya.
6)      Merupakan curahan dari perasaannya dan kreasi dari hasil imajinasinya.
f.       Periode Bagan (Schematic Stage)

Gambar 5. Empat bentuk yang serupa, seluruhnya menghadap ke depan. (Lowenveld,1975)

Periode ini berlaku bagi anak berusia 7-9 tahun. Sejalan dengan tahap perkembangan anak, pada akhir tahap ini perkembangan akal sudah mulai mempengaruhi gambar anak. Anak sudah mulai menggambar obyek dalam suatu hubungan yang logis dengan gambar lain. Konsep ruang mulai nampak dengan adanya pengaturan antara hubungan obyek dengan ruang, gambar mulai realistis, mulai mengarah ke bentuk-bentuk yang mendekati kenyataan.
Ciri utama gambar anak pada fase ini adalah adanya garis dasar yang merupakan tempat obyek atau benda-benda berdiri, merupakan suatu perkembangan yang wajar. Muncul gejala yang disebut “folding over”, yakni cara menggambar obyek tegak lurus pada garis dasar, meskipun obyek akan nampak terbalik. Ciri lainnya, adanya gambar yang disebut “sinar X” (X-ray), yakni gambar yang berisi benda atau obyek lain dalam suatu ruang yang sebenarnya tidak kelihatan.
Gambar dibuat berdasarkan ide anak itu sendiri, misalnya gambar rumah yang kelihatan bagian dalamnya seolah-olah rumah tersebut terbuat dari kaca bening. Warna mulai obyektif, artinya anak menyadari adanya hubungan antara warna dengan obyek. Disini anak telah menemukan konsep tertentu mengenai warna, yakni bahwa obyek tertentu akan memiliki warna tertentu pula. Ciri lain yang kurang menguntungkan, gambar nampak lebih kaku. Anak cenderung mencontoh gambar orang lain, hal ini karena berkembangnya sifat kooperatif di antara mereka.
Anak kelas tiga SD berusia antara 8-9 tahun, yang mana pada usia ini masuk pada kategori masa bagan. Pada usia ini konsep sudah berkembang yang mana anak cenderung mengulang-ulang bentuk gambar yang sudah mereka buat. Gambar mereka belum menampakkan ada kesan ruang atau masih berkesan datar. Karya seni rupa mereka merupakan cermin pengetahuan tentang lingkungannya. Berikut hasil observasi pada perkembangan gambar anak kelas 3 SD.
1)      Karya seni termasuk gambar rebahan, karena semua benda terletak tegak lurus pada latarnya.
2)      Masih belum memiliki kesadaran ruang yang mana seharusnya pada usia ini anak sudah mulai memiliki kesadaran ruang.
3)      Cenderung mengulang-ulang bentuk yang sudah mereka gambar, dalam hal ini terlihat bentuk kotak atau persegi empat banyak diulang.
4)      Gambar merupakan curahan perasaannya hal ini terlihat dari banyaknya jumlah matahari.
5)      Mulai mengeksplorasi lingkungan, yang mana hal ini terlihat pada gambar anak yang merekam kejadian sehari-hari yaitu melihat penjual dengan kereta dorong.
6)      Mulai memahami tantang perspektif, yang mana hal ini terlihat dari gambar pohon yang dekat terlihat lebih besar.
7)      Menggambarkan letak anggota badan sudah tepat
8)      Proporsi tubuh manusia tergantung pada suasana hatinya
9)      Bentuk badan digambarkan secara geometris.

g.      Periode Awal Realisme (Early Realism Stage).

       Gambar 6. Anak usia 10 tahun membuat gambar dengan menggunakan berbagai garis dasar. Dahan yang rumit bertumpukdengan tumbuhan lain, matahari muncul di balik awan. (Lowenveld,1975)

Periode ini berlaku bagi anak berusia 9 sampai 12 tahun (kelas IV SD-VI SD) disebut pula “usia pembentuk kelompok”. Masa ini ditandai oleh besarnya perhatian anak terhadap obyek gambar yang dibuatnya. Bentuk-bentk gambar mulai mengarah ke bentuk realistis, tetapi nampak lebih kaku, hal ini sebagai akibat perkembangan sosial yang meningkat, mereka lebih memikirkan bentuk gambar yang dapat diterima oleh lingkungannya, akibatnya spontanitas berkurang.
Pada tahap ini, anak mulai mengekspresikan obyek gambar dengan karakter tertentu, lelaki atau wanita secara jelas. Karakteristik warna mulai mendapat perhatian, walaupun belun adanya penampilan dalam hal perubahan efek warna dalam terang dan bayang-bayang. Dalam gambar adanya penemuan penggambaran bidang dasar sebagi tempat pijakan (ground) benda dan obyek gambar. Adanya garis horizon, walaupun fungsinya belum dimengerti, sehingga kesan perspektif akan kelihatan janggal. Terlihat adanya menghias (mendekoras ) obyek gambar.
Anak kelas empat SD berusia antara 10-11 tahun yang mana sudah memasuki  masa awal realisme, yang mana berarti sudah mulai timbul kesadaran perspektifnya, namun mereka masih menggambarkan sesuatu berdasarkan penglihatannya bukan kenyataan. Berikut hasil observasi terhadap perkembangan gambar anak .
1)      Banyak menggunakan warna-warna terang namun terkesan lembut.
2)      Anak mulai mengenali objek secara keseluruhan dengan lingkungannya tidak terpisah-pisah, hal terlihat dari cara anak mengambar awan yang bertumpuk.
3)      Sudah mulai menggunakan perspektif dalam gambarnya
4)      Anak menggambar sesuai dengan penglihatannya/persepsinya hal ini dapat terlihat dari warna langit yang diberi warna oranye.
5)      Masih ada anak yang menggambar dengan gambar rebahan yang mana semua benda terletak tegak lurus pada latarnya.
6)      Sebagian gambar anak masih terkesan datar, namun ada gambar yang terlihat memiliki kesan ruang.
7)      Sebagian gambar memiliki Proporsi yang belum seimbang, namun ada satu gambar yang sudah memiliki proporsi, hal ini terlihat dari gambar pohon kelapa yang dekat terlihat lebih besar sedangkan perahu yang letaknya jauh terlihat lebih kecil.

h.      Periode Naturalistik Semu (Pseudo Naturalistic Stage).

Gambar 7. Gambar lebih detail, memperhatikan lingkungan di sekitarnya. (Lowenveld,1975)

Periode ini berlaku bagi anak berusia 12 sampai 14 tahun. Masa pra puber. Gambar yang dibuat sesuai dengan obyek yang dilihatnya, sehingga timbul minat terhadap naturalisme, terutama pada anak yang bertipe visual. Anak mulai menggambar sesempurna mungkin, sehingga detail lebih diperhatikan, akibatnya spontanitas hilang. Oleh karena itu pada periode ini merupakan akhir dari aktivitas spontanitas. Anak menjadi kritis terhadap karyanya sendiri. Ia mulai memperhitungkan kualitas tiga dimensi (perspektif).

Dari sekian banyak gambar yang diteliti oleh Viktor Lowenfeld, tidak ada satu pun gambar anak dari Indonesia yang dipilih menjadi sampel. Kenyataannya, ada sekitar 10 gambar anak-anak Indonesia yang sejenis, yakni gambar pemandangan alam dengan dua buah gunung yang diantaranya menyembul matahari dengan pancaran sinarnya. Di bawah gunung terhampar sawah atau sebuah danau atau laut dengan perahu layarnya. Semua ini ada kemungkinan akibat metoda mencontoh yang diajarkan di bangku sekolah dasar.
Kedua, karena pengaruh lingkungan yang kental yang mempengaruhi anak, disamping memori anak memang kuat. Mereka mampu menyerap apa yang mereka lihat, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti dari buku-buku komik, kalender, bahkan dari media visual lainnya (televisi, majalah, koran dan lain-lain). Oleh karenanya, alangkah lebih baiknya apabila sebagai orang tua kita mau mengambil langkah pertama, membuat suatu perubahan dalam membebaskan kreatifitas anak.
“Membebaskan” anak menggambar sama dengan membebaskan anak dalam menuangkan imajinasi dan mengungkapkan dirinya melalui gambar. Melalui menggambar, secara tanpa disadari anak dapat belajar memecahkan persoalan yang dihadapi. Dengan menggambar anak dapat bermain dan berekspresi dengan sepuas-puasnya. Jadi, tugas guru dan orang tua sebaiknya tidak mengajarkan konsep pendidikan seperti di masa lalu, dimana anak dianggap sebagai mahluk yang lemah, serba tidak tahu.

D.    Mengembangkan Imajinasi Anak.
Mengembangkan imajinasi anak merupakan upaya untuk menstimulasi, menumbuhkan dan meningkatkan potensi kecerdasan juga kreativitasnya di masa pertumbuhannya. Imajinasi anak berkembang seiring dengan berkembangnya kemampuan ia berbicara dan berbahasa. Seperti bermain, dunia imajinasi juga merupakan dunia yang sangat dekat dengan dunia anak. Imajinasi anak merupakan sarana untuk mereka berselancar dan belajar memahami realitas keberadaan dirinya juga lingkungannya. Karena itu, orang tua dapat mengembangkan imajinasi anak dengan menstimulasi tumbuh kembangnya potensi dan kemampuan imajinatif anak untuk diekspresikan dengan efektif.
Sebuah imajinasi lahir dari proses mental yang manusiawi. Proses ini mendorong semua kekuatan yang bersifat emosi untuk terlibat dan berperan aktif dalam merangsang pemikiran dan gagasan kreatif, serta memberikan energi pada tindakan kreatif. Kemampuan imajinatif anak merupakan bagian dari aktivitas otak kanan yang bermanfaat untuk kecerdasannya. Di masa balita, imajinasi merupakan bagian dari tugas perkembangannya, sehingga anak sangat suka membayangkan sesuatu, mengembangkan khayalannya dan bercerita membagi ide-ide imajinatifnya kepada orang lain, khususnya orang tuanya. Karena itu, berimajinasi mampu membuat anak mengeluarkan ide-ide kreatifnya yang kadang kala “mencengangkan”. Hal ini sangat wajar karena seiring pertambahan usianya, otak anak lebih aktif merespon setiap rangsangan. Di benaknya muncul banyak pertanyaan yang mendorongnya untuk melakukan banyak pengamatan. Pertanyaan dan pengamatan yang dilakukannya itu, akhirnya membuat anak merasa nyaman berada di dalam imajinasinya.
Bagi anak-anak, berimajinasi merupakan kebutuhan alaminya dan bukan bentuk kemalasan. Imajinasi anak bisa saja lahir sebagai hasil imitasi, meniru dari tayangan yang ditontonnya atau pengaruh dari dongeng dan cerita yang didengarnya. Namun, imajinasi juga bisa muncul secara murni dan orisinil dari dalam benaknya, sebagai hasil mengolah dan memanfaatkan kelebihan dan kemampuan otak yang dianugerahkan Tuhan. Jika kita mampu mengasah, mengembangkan dan mengelola imajinasi anak, maka berimajinasi akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kecerdasan kreatifnya, serta membuatnya lebih produktif karena potensi dan kemampuan imajinatif anak merupakan proses awal tumbuhkembangnya daya cipta dalam diri anak yang boleh jadi menghasilkan sebuah kreasi yang menarik dan bermanfaat untuk perkembangan kepribadiannya.
Manfaat imajinasi anak berkaitan erat dengan tumbuh kembangnya kreativitas dalam diri anak. Berikut beberapa manfaat imajinasi anak bagi perkembangan dan kepribadian anak sebagai berikut:
1.      Terampil berkomunikasi dan bersosialisasi.
Menurut Dorothy Singer, seorang profesor psikologi dari Yale University, anak-anak yang aktif berimajinasi cenderung lebih cerdas dan mudah bersosialisasi saat berada di sekolah. Dengan berimajinasi, anak melibatkan kapasitas otaknya, sehingga kecerdasan otak lebih terasah. Dalam berimajinasi, tentu saja ia sering kali memainkan peran sebagai tokoh tertentu yang tidak selalu sama, sehingga dalam realitas sehari-hari, ia lebih mudah berkomunikasi, memerankan perannya sebagai anak, teman bahkan ibu atau guru. Ia juga memiliki banyak cerita berkaitan dengan imajinasinya yang akan semakin memudahkannya berceloteh, ngobrol dengan teman dan lingkungan sosialnya. Semua ini bisa membuat anak lebih mudah memecahkan suatu persoalan karena ia akan memiliki sudut pandang yang berbeda atas suatu masalah berdasarkan pengalaman dan kemampuan imajinatifnya.
2.      Mahir menganalisa, aktif dan berpikir kreatif.
Berimajinasi membuat anak lebih aktif dan kreatif. Imajinasi akan menstimulasi gerak tubuh, emosi dan kinerja otak anak untuk melakukan sebuah tindakan kreatif. Dalam kondisi tertentu, semua yang dilakukannya, dilihatnya dan didengarnya akan dianalisanya, sehingga dengan berimajinasi ia lebih mahir menganalisa kejadian, sesuatu atau masalah yang dihadapinya. Dapat dikatakan, imajinasi membuat anak lebih kreatif dalam berpikir dan bertindak. Ia akan mencoba menganalisa sesuatu dengan kemampuan imajinatifnya itu, menuntun dan merunutnya dengan logika apa saja yang bisa dan mungkin terjadi. Di masa depan, kemampuan ini sangat membantu karena permasalahan hidup akan semakin kompleks dan heterogen.
3.      Memperkaya pengetahuan anak.
Dengan berimajinasi, ide-ide kreatif anak semakin bermunculan dan berkembang. Hal ini akan semakin mengasah dan mendorong rasa keingintahuannya. Keingintahuan yang besar akan mendorong mereka untuk mencari, menggali lebih dalam dan berkesperimen untuk memuaskan keingintahuannya tersebut. Semakin banyak yang digali dan dicoba, semakin kaya pula pengetahuannya. Proses menggali dan mencari ini bisa dilakukannya melalui kegiatan bermain dan ragam permainan, membaca atau bertanya langsung.
4.      Lebih percaya diri, mandiri dan mampu bersaing.
Berpetualang di dunia imajinasi membuat anak merasa nyaman. Ketika ada dukungan dan dorongan untuk mengekspresikannya, ia akan merasa percaya diri. Kepercayaan diri ini akan membuatnya lebih siap dan mampu bersaing di lingkungannya karena secara tidak langsung keterlibatan emosi, gerak tubuh dan kemampuan otak dalam berimajinasi membekalinya kesiapan mental untuk bersaing. Keberanian dan kesiapan bersaing, tidak selalu berdampak negatif karena kesiapan ini justru bisa membuatnya semakin mandiri dalam melakukan aktivitasnya, tanpa harus selalu tergantung kepada orang tuanya.
5.      Memunculkan bakat anak.
Dengan berimajinasi, anak dapat menggali, mengangkat dan memunculkan bakatnya yang mungkin saja terpendam. Bakat merupakan ciri universal yang khusus, pembawaan yang luar biasa sejak lahir yang dapat berkembang dengan adanya interaksi dari pengaruh lingkungan. Berimajinasi bisa membuat anak menemukan arti kenyamanan yang bermuara pada bakatnya, sehingga yang muncul dari imajinasinya tersebut adalah bakatnya sendiri. Penting kita ketahui bahwa dalam imajinasi itu ada dua hal bermakan yakni inovasi dan kreasi. Kedua hal bisa optimal dengan peran bakat, minat serta dukungan lingkungan (suasana) yang menyenangkan.
Dengan mengetahui manfaat imajinasi anak tersebut, orang tua bisa lebih memahami cara menyikapi, mengasah dan mengembangkan imajinsi anak untuk perkembangan dan kepribadian anak. Sehingga anak bisa meluangkan imajinasinya pada sebuah gambar imajinasi yang ia buat, tanpa membuat orangtua khawatir akan pengaruhnya bahwa menggambar imajinasi dapat mengasah keterampilan otak kanan anak.
Sebagai orang terdekat yang memiliki ikatan batin kuat dengan anak, orang tua merupakan “pemeran” yang sangat dibutuhkan dalam mengasah dan mengembangkan imajinasi anak secara optimal, sehingga manfaat imajinasi tersebut menjadi energi yang bersinergi terhadap kecerdasan, perkembangan dan kepribadiannya.
1.      Pertama, orang tua harus menjadi pendengar yang baik dan aktif terhadap imajinasi anak. Aktif berarti memberikan respon yang baik, menstimulasinya dengan pertanyaan-pertanyaan kreatif dan mendorongnya untuk berekspresi baik secara verbal maupun non verbal. Orang tua bisa saja mengarahkan anak untuk menuliskan imajinasinya dalam diary atau menulisnya dalam bentuk sebuah karya tulis jika anak sudah mampu baca-tulis.
2.      Kedua, ajak anak kita bermain karena bermain merupakan dunianya. Biarkan anak bebas menentukan pilihan dan melakukan permainan tertentu sesuai keinginannya, asalkan sesuai dengan kemampuan berpikir serta fisiknya. Bermain peran bisa menjadi pilihan tepat, orang tua bisa lebih cermat memberikan pilihan peran bagi mereka. Permainan peran membantu perkembangan emosi anak dan memudahkan mereka bersosialisasi dengan lingkungannya. Gunakan alat bantu yang tidak membahayakan anak, seperti kartu, mobil-mobilan atau boneka untuk membantu mereka bermain peran. Misalnya, anak berperan sebagai ayah dan ibu memerankan boneka sebagai anaknya. Pendampingan dan kebebasan akan mengeratkan ikatan batin dan membuat anak merasa lebih dihargai dan percaya diri.
3.      Ketiga, orang tua jangan terlalu banyak melarang anak , termasuk melarangnya menangis dan tertawa di saat yang tepat karena larangan bisa saja menghambat imajinasi dan membatasi kreativitasnya Berikan pernyataan yang bersifat anjuran agar anak merasa termotivasi. Pernyataan yang bersifat anjuran akan memberi motivasi positif pada anak. Misalnya, menyatakan “Ade bisa jatuh kalau lompat seperti Spiderman karena Ade belum kuat. Mendingan Ade bantu Ibu, kan Spiderman suka menolong orang.” lebih baik daripada menyatakan “Jangan lompat, nanti kaki kamu patah!”.
4.      Keempat, perdengarkan musik yang sesuai dengan ritme jantung dan denyut nadi, bacakan buku cerita, komik atau dongeng, serta dampingi anak bermain komputer dan belajar menulis karena semua hal tersebut akan merangsang dan membantu mengembangkan imajinasi anak.
5.      Kelima, ciptakan suasana yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak. Seperti halnya belajar dan menerapkan metode mendidik, suasana nyaman dan menyenangkan akan membuat imajinasinya berkembang. Perhatikan pula letak benda-benda yang bisa membahayakan anak, seperti gunting, pisau, atau barang yang mudah pecah. Imajinasi dan kreativitas anak seringkali tidak terduga, sehingga orang tua patut mengantisipasinya sejak awal.
Bermain, berimajinasi dan berkreasi merupakan dunia anak. Dalam permainan, terdapat unsur pleasurable (menyenangkan), enjoyable (menikmati), imajinatif dan aktif, sehingga tanpa bermain, imajinasi tidak akan berkembang dengan baik, menjadi sebuah ide dan tindakan kreatif. Ketiga hal tersebut merupakan rangkaian aktivitas yang melibatkan pikiran, perasaan dan gerak tubuh anak yang sejatinya bermanfaat bagi perkembangan dan kepribadiannya.

Senin, 16 Juli 2012

Pendidikan Untuk Kita Semua

keseimbangan otak kanan dan kiri

corat coret luapan emosi

sesuatu yang aku suka kesunyian

penggabungan 3 bgun datar

impian

keragaman

dilubuk hatiquw

3M

Pahat dari sabun

cor dari gip

kerajinan bunga

A.

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

A. KONSEP PENDIDIKAN SENI

Pendidikan seni merupakan saran untuk pengembangan kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi kreatif. Seni merupakan aktivitas permainan. Melalui permainan, kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Melalui permainan dalam pendidikan seni anak memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kreativitasnya.

Beberapa aspek penting yang perlu mendapat perhatian dalam pendidikan seni antara lain kesungguhan, kepekaan, daya produksi, kesadaran berkelompok, dan daya cipta. Pendidikan seni adalah segala usaha untuk meningkatkan kemampuan kreatif ekspresif anak didik dalam mewujudkan kegiatan artistiknya berdasrkan aturan-aturan estetika tertentu. selain itu, pendidikan seni di SD bertujuan menciptakan cipta rasa keindahan dan kemampuan mengolah menghargai seni. Jadi melalui seni, kemampuan cipta, rasa dan karsa anak di olah dan dikembangkan. Selain mengolah cipta, rasa dan karsa seperti yang diterapkan di atas, pendidikan seni merupakan mengolah berbagai ketrampilan berpikir. Hal tersebut meliputi ketrampilan kreatif, inovatif, dan kritis. Ketrampilan ini di olah melalui cara belajar induktif dan deduktif secara seimbang.

Dunia anak adalah dunia bermain. Salah satu fungsi seni adalah sebagai media bermain. Oleh sebab itu, aktivitas berolah seni dapat dikembangkan melalui bermain. Melalui bermain kemampuan mencipta atau berkarya, bercita rasa estetis dan berapresiasi seni diperoleh secara menyenangkan. Melalui kondisi yang menyenangkan seperti ini, anak akan mengulang setiap aktivitas belajarnya secara mandiri dan akan menjadi kebiasaan dan keinginan terhadap seni.

Pendidikan Seni Rupa sesungguhnya merupakan istilah yang relatif baru digunakan dalam dunia persekolahan. Pada mulanya digunakan istilah menggambar. Penggunaan istilah pengajaran menggambar ini berlangsung cukup lama hingga kemudian diganti dengan istilah Pendidikan Seni rupa.Materi pelajaran yang diberikan tidak hanya menggambar tetapi juga beragam bidang seni rupa yang lain seperti mematung, mencetak, menempel dan juga apresiasi seni. Tujuan pengajaran menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui latihan koordinasi mata dan tangan.

Pendidikan seni merupakan sarana untuk pengembangan kreativitas anak. Pelaksanaan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni dapat dilakukan melalui kegiatan permainan. Tujuan pendidikan seni bukan untuk membina anak-anak menjadi seniman, melainkan untuk mendidik anak menjadi kreatif. Seni merupakan aktifitas permainan, melalui permainan kita dapat mendidik anak dan membina kreativitasnya sedini mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan seni dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Pendidikan Seni Rupa adalah mengembangkan keterampilan menggambar, menanamkan kesadaran budaya lokal, mengembangkan kemampuan apreasiasi seni rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu Seni Rupa, dan mempromosikan gagasan multikultural.


B.    HAKEKAT SENI dan SENI RUPA

Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Konon kabarnya kata seni berasal dari kata “sani” yang kurang lebih artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Mungkin saya memaknainya dengan keberangkatan orang/ seniaman saat akan membuat karya seni, namun menurut kajian ilimu di eropa mengatakan “ART” (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang/ atau karya dari sebuah kegiatan. Namun kita tidaka usah mempersoalkan makna ini, karena kenyataannya kalu kita memperdebatkan makna yang seperti ini akan semakain memperkeruh suasana kesenian, biarlah orang memilih yang mana terserah mereka.

Seni adalah proses yang sengaja mengatur unsur-unsur dalam suatu cara yang menarik indra atau emosi. Ini mencakup berbagai macam kegiatan manusia, ciptaan, dan cara berekspresi, termasuk musik, sastra, film, patung, dan lukisan. Makna seni ini dibahas dalam cabang filsafat yang dikenal sebagai estetika.

Seni memiliki sifat dasar kreatif, individual, perasaan, abadi, dan universal. Pengertian kreatif adalah kemampuan seseorang untuk mengubah sesuatu yang ada menjadi baru dan orisinil. Contoh: Batu yang diubah menjadi patung, tanah liat dapat menjadi keramik, suara diubah menjadi musik, gerakan menjadi sebuah tarian, dll. Sifat individual adalah bahwa suatu karya seni memiliki ciri perseorangan dari penciptanya. Lagu-lagu yang diciptakan Ebit G. Ade, sangat berbeda dengan lagu-lagu Rhoma Irama, Titik Puspa, atau pun yang lainnya. Atau lukisan Afandi sangat berbeda dengan lukisan-lukisan Basuki Abdullah, Raden Saleh, Popo Iskandar, Piccaso, Van Googh, maupum pelukis lainnya. Ciri khas pribadi inilah yang merupakan identitas dari karya mereka.

Seni memiliki sifat perasaan, pengertiannya dalam membuat karya seni selalu melibatkan emosi dan jiwa. Oleh sebab itu, untuk dapat menikmati sebuah karya harus menggunakan kepekaan perasaan yang paling dalam. Sebuah lagu yang diciptakan melalui perasaan seorang seniman, kemudian dibawakan seorang penyanyi yang menjiwai isi lagu itu. Tampil dalam suara dan penampilan yang seirama, maka para pendengar lagu itu akan tergugah hatinya. Semua itu jika ada kesungguhan dalam menggunakan indera rasa seperti yang dilakukan pencipta dan penyanyinya.Seni memiliki sifat abadi atau keabadian. Sesungguhnya semua pembuatan manusia memiliki sifat demikian, yaitu perbuatan baik atau tercela yang sudah dilakukan tidak dapat dibatalkan. Seseorang yang telah berjasa kepada kita, sosoknya akan selalu melekat sampai akhir hayat, walau pun mungkin bendanya sudah hilang ditelan masa. Jika membuat karya seni memiliki tujuan estetik atau keindahan, hendaknya orang yang menikmatinya turut berlatih juga untuk berbuat sesuatu yang indah dan terpuji. Maka layaklah seorang seniman mendapat penghargaan ketika ada anak yang berbuat sesuatu kebaikan jika terpengaruh (menangkap amanat) cerita film, novel, syair lagu, dll. Tetapi sebaliknya, siapa yang bersalah jika kelakuan tidak baik diakibatkan oleh pengaruh cerita film atau buku-buku yang tidak mendidik? Seni bersifat universal, artinya seni tidak mengenal batasan waktu, bangsa, bahasa, dll. Sebagai contoh, semua orang yang berlainan bahasa akan tertawa terbahak-bahak ketika melihat tingkah laku badut sirkus yang sangat lucu. Atau seorang yang melihat gambar karikatur akan tersenyum tanpa mengetahui siapa pembuatnya.

Seni rupa adalah salah satu cabang kesenian,seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan perasaan manusia yang diwujudkan melalui pengolahan median dan penataan elemen serta prinsip-prinsip desain. Seni rupa merupakan realisasi imajinasi yang tanpa batas dan tidak ada batasan dalam berkarya seni. Sehingga dalam berkarya seni tidak akan kehabisan ide dan imajinasi. Dalam seni rupa murni, karya yang tercipta merupakan bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Sehingga objek yang dibuat merupakan hasil dari satu atau lebih dari media yang ada (sebagai catatan bahwa media atau bahan seni di dunia juga tidak terbatas).

Dalam berkarya seni, tidak pernah ada kata salah dan juga tidak ada yang mengatakan salah pada karya yang telah diciptakan. Namun demikian, di dalam proses berkarya seni, karena dalam hal ini adalah proses belajar, maka harus dilakukan dengan cara yang benar, sesuai dengan tujuan dari pembelajaran. Untuk anak usia dini (0 – 8 tahun), ketika belajar tentang seni rupa tidak hanya bertujuan untuk berproses berkarya seni saja, karena selain itu juga diharapkan dapat memberikan fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial, emosional serta kemandirian pada anak. Jadi dengan bimbingan yang tepat, seorang anak akan dapat melatih potensi-potensi yang bermanfaat.

Seni rupa atau seni yang tampak adalah salah satu bentuk kesenian visual atau tampak ada yang tidak hanya bisa diserap oleh indera penglihatan, tetapi juga bisa oleh indera peraba, maksudnya adalah teksturnya dapat dirasakan, misalnya kasar, halus, lunak, keras, lembut, dsb. Namun tidak menutup kemungkinan tekstur ini adalah tekstur maya (ada namun tidak nyata) atau tekstur ini seolah-olah ada yang dikarenakan mata kita dikelabuhi oleh sesuatu yang tampak, misalnya sebuah foto kayu : disitu seolah-olah kita melihat adanya tekstur namun kenyataannya tekstur itu tidak ada jika kita merabanya.


C.    Beberapa Kegiatan yang Bisa Dilakukan pada Pembelajaran Seni Rupa  SD

a.    Menggambar

Kegiatan menggambar di SD dapat diterapkan dalam berbagai cara dari mulai pembuatan shet, pengembangan shet, menjadikan karya karya lukis atau gambar, menggambar dengan skema, memindahkan gambar denagan bantuan kisi-kisi, dan menggambar ekspresi dengan cara memberikan gambaran kepada siswa bagaimana seorang maestro menggarap karya mereka dari awal sampai akhir. Kegiatan coret mencoret adalah bagian dari perkembangan motorik anak dan anak sangat menyenangi kegiatan ini, sehingga dengan dorongan guru dan kesempatan yang diberikan anak akan termotivasi membuat gambar.

Kegiatan menggambar merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaanya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu cara manusia mengekspersikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu bentuk bahasa.Ada 3 tahap perkembangan anak yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak menggambar:

a)    Pertama, tahap mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Pada tahap ini anak belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga coretan yang dibuat masih berupa goresan-goresan tidak menentu seperti benang kusut.

b)    Tahap kedua, juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali. Pada tahap ini anak mulai menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan menjadi garis panjang, kemudian lingkaran-lingkaran.

c)    Tahap ketiga, pada anak usia 3 ½ – 4 tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih luwes. Mereka sudah mahir menguasai gerakan tangan sehingga hasil goresannya pun sudah lebih baik. Tujuan menggambar bagi anak:

1)    Mengembangkan kebiasaan pada anak untuk mengekspresikan diri

2)    Mengembangkan daya kreativitas

3)     Mengembangkan kemampuan berbahasa

4)    Mengembangkan citra diri anak

Viktor Lowenfeld dalam bukunya Creative and Mental Growth (1982) meneliti tingkat perkembangan menggambar anak berdasarkan usia, menganalisis tentang periodisasi yang menjadi ciri umum lukisan anak-anak sesuai waktu (usia) dan tahap perkembangan sosial intelektual mereka, sebagai berikut:

a.    Periode Coreng-Moreng (Scribbling Stage).

Periode ini berlaku bagi anak berusia 2 sampai 4 tahun (masa prasekolah). Gambar yang dibuat tanpa makna, hanya perbuatan meniru orang lain, tetapi merupakan latihan gerak motorik dari koordinsai gerakan tangan dan mata, gambar berupa goresan tipis tebal dengan arah yang belum terkendali. Periode ini terdiri dari 3 fase, hanya setiap fase jaraknya sangat singkat sekali, sehingga dianggap satu fase.

b.    Goresan Tak Beraturan.

Gambar tanpa makna, karena anak melakukannya hanyalah meniru orang lain, belum dapat membuat coretan berupa lingkaran, karena hanya merupakan latihan gerak motorik antara mata dengan gerak tangan, bentuk garis sembarangan, bersemangat tanpa melihat ke kertas, merupakan fase yang paling awal dalam tahap perkembangan menggambar anak.


Gambar 1 Dalam goresan tak beraturan, pena tidak lepas dari kertas. (Lowenveld,1975)


c.    Goresan Terkendali.

Berupa goresan-goresan tegak, mendatar, lengkung bahkan lingkaran, coretan dilakukan berulang-ulang. Nampak anak mulai memerlukan kendali visual terhadap coretan yang dibuatnya, disini koordinasi antara perkembangan visual (gerak mata) dengan gerak motorik (tangan) semakin lengkap. Goresan dibuat dengan penuh semangat.


Gambar 2 Goresan terkendali memperlihatkan gerakan yang bervariasi, dengan ditambah menggunakan gerakan otot kecil. (Lowenveld,1975)


d.    Goresan Bermakna.

Pengalaman anak dalam membuat goresan semakin lengkap, gambar anak mulai terwujud menjadi satu kesatuan, bentuk yang semakin bervariasi, anak mulai memberi nama pada hasil coretannya dan mulai menggunakan warna. Dalam menggambar, anak belum mempunyai tujuan untuk menggambar sesuatu, karena fase ini lebih didasari oleh perkembangan fisik dan jiwa anak. Anak yang normal pasti suka meggambar.


Gambar 3 Anak usia 4 tahun menggambar dengan maksud tertentu. (Lowenveld,1975)


e.    Periode Pra Bagan (Pre Schematic Stage)

Periode ini berlaku bagi anak berusia 4-7 tahun. Sejalan dengan meningkatnya perkembangan anak, pengalaman anakpun makin bertambah, lingkup sosial makin luas, anak berkesempatan mencipta, bereksperimen, menjelajah, dan berbagai hal baru yang erat dengan perkembangan jiwa, rasa maupun emosinya. Anak mulai mengenal dunia baru, mengenal sekolah, teman sebaya, guru, dan lingkungan baru. Sehingga gambar yang dibuat oleh anak mulai menggambar bentuk-bentuk yang berhubungan dengan dunia sekitar mereka. Rumah, manusia pohon dan lingkungan sekitarnya menjadi obyek yang menarik perhatian anak. Terutama gambar manusia, jarang anak seusia ini menggambar manusia dari samping, mereka lebih menyukai gambar dari arah depan, karena dapat memuat unsur wajah yang lebih lengkap.

Unsur warna kurang diperhatikan, anak lebih tertuju pada hubungan antara gambar dan obyek gambar. Warna menjadi subyektif karena tidak mempunyai hubungan dengan obyek. Sedangkan konsep ruang tak lain adalah apa yang ada di sekitar dirinya, menjadikan tidak logisnya antara obyek yang satu dengan obyek lainnya.


Gambar 4. Bentuk dasar yang paling esensi terdapat pada gambar anak ini, yaitu jari kaki merupakan dianggap bagian yang penting. (Lowenveld,1975)

Anak kelas satu SD berusia antara 6 – 7 tahun yang mana pada usia ini anak sangat peka pada lingkungannya. Ia selalu ingin tahu, senang mencoba, benaknya selalu dipenuhi dengan pertanyaan “mengapa”? dan hasil pengamatan terhadap gambar anak kelas satu sebagai berikut:

1)    Belum ada kesadaran ruang objek yang mereka gambar terkesan tegak lurus atau datar dan terkesan tidak memiliki ruang.

2)    Ukuran objek tidak proporsional antara satu dengan yang lainnya.

3)    Cenderung menggunakan warna-warna yang mencolok.

4)    Segi perspektifnya belum ada.

5)    Sudah mampu menggambar suatu bentuk geometris, contohnya persegi panjang sesuai dengan imajinasinya.

6)    Merupakan curahan dari perasaannya dan kreasi dari hasil imajinasinya.

f.    Periode Bagan (Schematic Stage)


Gambar 5. Empat bentuk yang serupa, seluruhnya menghadap ke depan. (Lowenveld,1975)


Periode ini berlaku bagi anak berusia 7-9 tahun. Sejalan dengan tahap perkembangan anak, pada akhir tahap ini perkembangan akal sudah mulai mempengaruhi gambar anak. Anak sudah mulai menggambar obyek dalam suatu hubungan yang logis dengan gambar lain. Konsep ruang mulai nampak dengan adanya pengaturan antara hubungan obyek dengan ruang, gambar mulai realistis, mulai mengarah ke bentuk-bentuk yang mendekati kenyataan.

Ciri utama gambar anak pada fase ini adalah adanya garis dasar yang merupakan tempat obyek atau benda-benda berdiri, merupakan suatu perkembangan yang wajar. Muncul gejala yang disebut “folding over”, yakni cara menggambar obyek tegak lurus pada garis dasar, meskipun obyek akan nampak terbalik. Ciri lainnya, adanya gambar yang disebut “sinar X” (X-ray), yakni gambar yang berisi benda atau obyek lain dalam suatu ruang yang sebenarnya tidak kelihatan.

Gambar dibuat berdasarkan ide anak itu sendiri, misalnya gambar rumah yang kelihatan bagian dalamnya seolah-olah rumah tersebut terbuat dari kaca bening. Warna mulai obyektif, artinya anak menyadari adanya hubungan antara warna dengan obyek. Disini anak telah menemukan konsep tertentu mengenai warna, yakni bahwa obyek tertentu akan memiliki warna tertentu pula. Ciri lain yang kurang menguntungkan, gambar nampak lebih kaku. Anak cenderung mencontoh gambar orang lain, hal ini karena berkembangnya sifat kooperatif di antara mereka.

Anak kelas tiga SD berusia antara 8-9 tahun, yang mana pada usia ini masuk pada kategori masa bagan. Pada usia ini konsep sudah berkembang yang mana anak cenderung mengulang-ulang bentuk gambar yang sudah mereka buat. Gambar mereka belum menampakkan ada kesan ruang atau masih berkesan datar. Karya seni rupa mereka merupakan cermin pengetahuan tentang lingkungannya. Berikut hasil observasi pada perkembangan gambar anak kelas 3 SD.

1)    Karya seni termasuk gambar rebahan, karena semua benda terletak tegak lurus pada latarnya.

2)    Masih belum memiliki kesadaran ruang yang mana seharusnya pada usia ini anak sudah mulai memiliki kesadaran ruang.

3)    Cenderung mengulang-ulang bentuk yang sudah mereka gambar, dalam hal ini terlihat bentuk kotak atau persegi empat banyak diulang.

4)    Gambar merupakan curahan perasaannya hal ini terlihat dari banyaknya jumlah matahari.

5)    Mulai mengeksplorasi lingkungan, yang mana hal ini terlihat pada gambar anak yang merekam kejadian sehari-hari yaitu melihat penjual dengan kereta dorong.

6)    Mulai memahami tantang perspektif, yang mana hal ini terlihat dari gambar pohon yang dekat terlihat lebih besar.

7)    Menggambarkan letak anggota badan sudah tepat

8)    Proporsi tubuh manusia tergantung pada suasana hatinya

9)    Bentuk badan digambarkan secara geometris.


g.    Periode Awal Realisme (Early Realism Stage).


    Gambar 6. Anak usia 10 tahun membuat gambar dengan menggunakan berbagai garis dasar. Dahan yang rumit bertumpukdengan tumbuhan lain, matahari muncul di balik awan. (Lowenveld,1975)


Periode ini berlaku bagi anak berusia 9 sampai 12 tahun (kelas IV SD-VI SD) disebut pula “usia pembentuk kelompok”. Masa ini ditandai oleh besarnya perhatian anak terhadap obyek gambar yang dibuatnya. Bentuk-bentk gambar mulai mengarah ke bentuk realistis, tetapi nampak lebih kaku, hal ini sebagai akibat perkembangan sosial yang meningkat, mereka lebih memikirkan bentuk gambar yang dapat diterima oleh lingkungannya, akibatnya spontanitas berkurang.

Pada tahap ini, anak mulai mengekspresikan obyek gambar dengan karakter tertentu, lelaki atau wanita secara jelas. Karakteristik warna mulai mendapat perhatian, walaupun belun adanya penampilan dalam hal perubahan efek warna dalam terang dan bayang-bayang. Dalam gambar adanya penemuan penggambaran bidang dasar sebagi tempat pijakan (ground) benda dan obyek gambar. Adanya garis horizon, walaupun fungsinya belum dimengerti, sehingga kesan perspektif akan kelihatan janggal. Terlihat adanya menghias (mendekoras ) obyek gambar.

Anak kelas empat SD berusia antara 10-11 tahun yang mana sudah memasuki  masa awal realisme, yang mana berarti sudah mulai timbul kesadaran perspektifnya, namun mereka masih menggambarkan sesuatu berdasarkan penglihatannya bukan kenyataan. Berikut hasil observasi terhadap perkembangan gambar anak .

1)    Banyak menggunakan warna-warna terang namun terkesan lembut.

2)    Anak mulai mengenali objek secara keseluruhan dengan lingkungannya tidak terpisah-pisah, hal terlihat dari cara anak mengambar awan yang bertumpuk.

3)    Sudah mulai menggunakan perspektif dalam gambarnya

4)    Anak menggambar sesuai dengan penglihatannya/persepsinya hal ini dapat terlihat dari warna langit yang diberi warna oranye.

5)    Masih ada anak yang menggambar dengan gambar rebahan yang mana semua benda terletak tegak lurus pada latarnya.

6)    Sebagian gambar anak masih terkesan datar, namun ada gambar yang terlihat memiliki kesan ruang.

7)    Sebagian gambar memiliki Proporsi yang belum seimbang, namun ada satu gambar yang sudah memiliki proporsi, hal ini terlihat dari gambar pohon kelapa yang dekat terlihat lebih besar sedangkan perahu yang letaknya jauh terlihat lebih kecil.


h.    Periode Naturalistik Semu (Pseudo Naturalistic Stage).


Gambar 7. Gambar lebih detail, memperhatikan lingkungan di sekitarnya. (Lowenveld,1975)


Periode ini berlaku bagi anak berusia 12 sampai 14 tahun. Masa pra puber. Gambar yang dibuat sesuai dengan obyek yang dilihatnya, sehingga timbul minat terhadap naturalisme, terutama pada anak yang bertipe visual. Anak mulai menggambar sesempurna mungkin, sehingga detail lebih diperhatikan, akibatnya spontanitas hilang. Oleh karena itu pada periode ini merupakan akhir dari aktivitas spontanitas. Anak menjadi kritis terhadap karyanya sendiri. Ia mulai memperhitungkan kualitas tiga dimensi (perspektif).

b.    Finger Painting (Lukisan Jari)

Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari salah satu kegiatan di area seni yaitu kegiatan melukis dengan jari tangan atau bisa dikenal dengan nama finger painting. Tujuan dari kegiatan ini adalah :

a)    Dapat melatih motorik halus pada anak yang melibatkan gerak otot-otot kecil dan kematangan syaraf.

b)    Mengenal konsep warna primer (merah, kuning, biru). Dari warna-warna yang terang kita dapat mengetahui kondisi emosi anak, kegembiraan dan kondisi-kondisi emosi mereka.

c)    Mengenalkan konsep pencampuran warna primer, sehingga menjadi warna yang sekunder dan tersier.

d)    Mengendalkan estetika keindahan warna.

e)    Melatih imajinasi dan kreatifitas anak.

Ada beberapa metode atau cara dalam kegiatan finger painting :

1)    Menggunakan teknik basah (kertas dibasahi dulu)

2)    Menggunakan teknik kering (kertas tidak perlu dibasahi)

c.    Melukis

Salah satu kebahagiaan terbesar dari pelukis bukan hanya kesenangan tetapi juga mendapatkan berbagai banyak pengalaman dengan anak-anak selagi mereka belajar melukis. Pelajaran melukis dapat diawali oleh anak yang berusia 4-6 tahun atau usia TK. Media yang digunakan untuk melukis pada anak usia dini biasanya cat air, cat minyak, finger painting, dan lain-lain.

Dalam pembelajaran melukis anak-anak biasanya belajar sambil bercakap-cakap dengan temannya. Percakapan pertama mereka kebanyakan adalah tentang warna-warna yang mereka peroleh. Sambil bereksperimen dengan mencampurkan warna-warna, anak-anak itu bermain, bermain elemen seni ini dengan cara yang santai. Hal ini menjaga agar kuas dan semangat mereka tetap bekerja. Ini akan membuat mereka mengekspresikan sesuatu yang bersifat pribadi dalam lukisan.Berbeda dengan anak usia 7 dan 8 tahun, cirikhas kelompok umur mereka adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubu-ngan dengan hidup mereka sendiri. Anak-anak membuat lukisan tentang suasana hati, baik yang muram, sendu atau bersemangat dan lucu. Biasanya suasana hati mereka disampaikan oleh warna. Mereka belajar bagaimana warna pelengkap dan sejalan dapat membantu mengungkapkanide-ide.

d.    Membentuk

Arti kata membentuk dapat dimaksudkan sebagai mengubah, membangun dan mewujudkan. Membentuk dalam kaitan kegiatan seni rupa adalah terjemahan dari kata dalam bahasa Belanda “boetseren” atau bahasa Inggris “modeling”. Umumnya bahan yang dipergunakan untuk kegiatan membentuk adalah bahan-bahan lunak seperti tanah liat, plastisin, malam lilin, playdog dan sejenisnya. Tetapi dalam pengembangannya, selama tidak mengingkari maksud dari arti kata membentuk tadi, dapat dipergunakan bahan-bahan lain seperti kertas, karton atau bahan-bahan lembaran yang sekiranya dapat dibentuk.

Bahan yang tidak pernah cukup bagi mereka adalah tanah liat. Mereka tidak bosan dengan bahan yang lengket, basah dan bisa dibentuk sesuai keinginan mereka. Anak-anak akan menghabiskan hari mereka dengan tanah liat. Mereka suka menyentuh tanah liat, untuk merasakan sensualitasnya.

Teknik membentuk sangat beraneka ragam,diantaranya :

a)    Disambungkan Membutsir. Membutsir adalah membuat karya tiga dimensi dari bahan yang lunak dengan cara diremas-remas dengan tangan pada saat tanah masih dalam keadaan lembek.Bahan yang biasa digunakan adalah tanah dan plastisin.Selain membutsir dengan tangan yang diremas-remaskan tetapi sering juga menggunakan alat yang disebut sudip.

       platisin

b)    Memahat. Membentuk dengan jalan membuang bahan yang tidak dipergunakan dengan cara memahat.Setiap bahan ada peringkat pahat yang khusus .Media yang dapat dipakai antara lain kayu,batu es, sabun dsb.Karya yang dibuat dari bahan yang disambung-sambung.

  sabun

c)    Cor (Menuang). Proses menuang menggunakan bahan cair yang dituangkan pada alat acuan yang berbentuk cetakan.Setelah menjadi keras dikeluarkan dari acuan/cetakan.Bahan cair ini dibuat dari semen,plastic ,karet dan gips.


d)    Merakit. Membuat karya dengan cara menyambung-nyambung beberapa bagian atau potongan bahan.Caranya disebut merakit,hasilnya disebut rakitan.Potongan bahan disambungkan dengan cara dilas,dipatri,disekrup atau dengan cara yang lain

  miniatur kapal yang terbuat dari bambu

e.    Mencetak

Mencetak adalah proses memperbanyak suatu gambar atau naskah dengan menggunakan teknik tertentu diantaranya cetak datar,cetak tinggi,cetak dalam,cetak saring,cetak copy,dan cetak dengan pintu out.

Mencetak dapat dilakukan anak diberbagai usia, dimulai dari anak berusia 5 tahun. Kadang-kadang seorang anak kecil akan menemukan idenya sendiri. Entah bagaimana dengan cara apa seorang anak berusia 5 tahun dalam pembelajaran mencetak anak menemukan bahwa menepukkan spons yang sudah diberi warna di atas menghasilkan rangkaian pola yang berulang-ulang (perihal mencetak, merupakan suatu kemungkinan yang menakjubkan untuk mengulanginya).

Mencetak yang formal membuthkan pelat atau stempel. Stempel tersebut gambar-gambar yang diukir atau ditimbulkan, yang diberi tinta dan kemudian dipindahkan ke kertas. Stempel cetak yang paling sederhana terbuat dari Styrofoam. Selain murah juga tidak berbahaya bagi anak didik kita. Untuk anak-anak usia 5 tahun dan 6 tahun, penting khususnya untuk menyuruh mereka mencetak dihari yang sama. Dengan cara ini mereka sungguh-sungguh memahami prosesnya. Semua anak menikmati mengeksplorasi efek-efek yang dihasilkan tekstur ini ketika pelatnya dicetak.

f.    Menjiplak

Sebelum membuat cetakan apapun, anak-anak dapat menggunakannya untuk menjiplak. Mereka cukup menempatkan sehelai kertas putih diatas permukaan pelat dan dengan krayon, menggosok-gosokannya bahkan dengan keras untuk mendapatkan gambarannya. Anak-anak merasa teknik menjiplak cukup mengagumkan dan menggunakannya dengan banyak cara. Koin-koin biasanya adalah favorit mereka. Koin adalah bahan yang sederhana dan mudah sekali didapat. Mereka dapat dengan mudah membuat banyak jiplakan yang berbeda dari obyek-obyek yang ditemukan di sekolah. Ini merupakan cara yang bagus untuk membuat anak-anak peka pada dunia sekitar mereka.

g.    Kolase

Kolase dalam pengertian yang paling sederhana adalah penyusunan berbagai macam bahan pada sehelai kertas yang diatur. Anak-anak di kelasbiasanya memilih dan mengatur potongan bentuk dari kertas, kain, bahan-bahan berstektur, lalu meletakkannya di tempat yang mereka suka. Sebagai bagian dari pengalaman mereka dapat membuat keputusan sendiri tentang penggunaan warna, ukuran dan bentuk. Ada beberapa macam kolase yaitu:

a)    Kolase dengan kertas dan kain

b)    Kolase dengan tekstur

h.    3M (Menggunting,Menempel,Melipat)

Karya rupa 3M ini merupakan proses manipulasi lembaran kertas menjadi suatu bentuk tiga dimensi. Di Jepang teknik seperti ini disebut teknik origami.



D.    BENTUK KARYA SENI RUPA

Berbagai karya seni rupa di sekeliling kita, memiliki banyak macam ragamnya. Keragaman tersebut dapat terluhat dari bentuknya, warnanya, bahan bakunya, alat pembuatannya, fungsinya atau pemanfaatannya. Dari begitu banyak ragamnya tadi, para ahli membuat penggolongan tentang jenis-jenis karya seni rupa. Penggolongan atas jenisnya adalah pembedaan antara karakteristik karya yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pada binatang, penggolongan dapat didasarkan pada jenis kelamin, ada jantan ada betina, berdasarkan karakteristik anggota tubuhnya, warna kulitnya dan sebagainya. Demikian juga dalam hal karya seni rupa, kita dapat membedakan jenisnya berdasarkan fungsi maupun bentuknya.

Berdasarkan dimensinya, karya seni rupa terbagi dua yaitu:

a.    karya dua dimensi. Karya seni rupa dua dimensi adalah Karya seni rupa yang mempunyai dua ukuran (panjang dan lebar)

b.    karya tiga dimensi. Karya seni rupa tiga dimensi mempunyai tiga ukuran (panjang, lebar dan tebal) atau memiliki ruang.

Berdasarkan kegunaan atau fungsinya, karya seni rupa digolongkan ke dalam:

a.    karya seni murni (pure art, fine art). Seni Murni (pure art/fine art) adalah karya seni yang diciptakan semata-mata untuk dinikmati keindahan atau keunikannya saja, tanpa atau hampir tidak memiliki fungsi praktis. Seni murni adalah karya seni rupa yang dibuat semata-mata untuk memenuhi kebutuhan artistik. Orang mencipta karya seni murni umumnya berfungsi sebagai sarana untuk mengekspresikan cita rasa estetik. Kebebasan berekspresi dalam seni murni sangat diutamakan. Yang tergolong dalam seni murni yaitu: seni lukis, seni patung, seni grafis dan sebagian seni kerajinan.

         

b.    Karya seni terapan/ pakai (useful art/applied art). Seni Terapan atau seni pakai (applied art) adalah karya seni rupa yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan praktis. Contoh seni terapan yaitu:arsitektur, poster, keramik, baju, sepatu, dan lain-lain. Dalam pembuatan seni pakai biasanya faktor kegunaan lebih diutamakan daripada faktor keindahan atau artistiknya. Membuat karya seni terapan tampak lebih sulit dibandingkan karya seni murni. Hal itu mungkin karena membuat karya seni murni terasa lebih bebas dibanding membuat karya seni terapan karena tidak memperhitungkan fungsi. Akan tetapi sering pula terjadi sebaliknya, melukis bisa lebih sulit daripada membuat rumah tinggal.


E.    JENIS KARYA SENI RUPA

1. Seni Lukis

Seni lukis merupakan kegiatan pengolahan unsur-unsur seni rupa seperti garis, bidang, warna dan tekstur pada bidang dua dimensi. Kegiatan yang menyerupai seni lukis sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi penamaan atau istilah seni lukis merupakan istilah yang datang dari Barat. Kegiatan yang menyerupai seni lukis itu dapat juga disebut seni lukis tradisonal. Beberapa contoh dari karya seni lukis tradisional dapat kita lihat di berbagai daerah di Indonesia seperti seni lukis kaca di Cirebon, seni lukis Kamasan di Bali, lukisan pada kulit kayu yang dibuat masyarakat di Irian Jaya dsb. Adapun seni lukis yang kita kenal saat ini dibuat pada kanvas, dapat disebut seni lukis modern. Beberapa seniman seni lukis modern Indonesia yang namanya sudah dikenal di mancanegara diantaranya Affandi, Popo Iskandar, Fajar Sidik, Nanna Banna dsb.

2. Seni Patung

Karya seni patung diwujudkan melalui pengolahan unsur-unsur seni rupa pada bidang tiga dimensi. Bahan dan teknik perwujudan pada karya seni patung beraneka ragam. Bahan yang digunakan dapat berupa bahan alami seperti kayu dan batu, bahan logam seperti besi dan perunggu atau bahan sintetis seperti plastik resin dan fibre glass (serat kaca). Sedangkan teknik yang digunakan disesuaikan dengan bahan yang dipakai seperti teknik pahat, ukir, cor dsb. Seperti halnya seni lukis, seni patung juga sudah dikenal di Indonesia sejak zaman prasejarah. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi pembuatan karya seni patung. Pada masyarakat tradisional, pembuatan karya patung seringkali dihubungkan dengan kegiatan religi seperti pemujaan kepada 5 dewa atau arwah nenek moyang. Pada karya-karya seni patung modern, pembuatan karya seni patung merupakan ekspresi individu seorang seniman. Beberapa seniman patung modern Indonesia diantaranya: Sunaryo, Sidharta, dan Nyoman Nuarta.

3. Seni Grafis (Cetak)

Seni grafis adalah cabang seni rupa yang tergolong ke dalam bentuk dua dimensi. Berbeda dengan seni lukis yang umumnya merupakan karya-karya tunggal, kekhasan dari karya grafis adalah sifatnya yang bisa direproduksi atau diperbanyak. Pada awalnya Seni grafis merupakan keterampilan untuk mencetak atau memperbanyak tulisan. Sesuai dengan proses pencetakannya karya seni grafis terbagi menjadi empat jenis:

a.    Cetak tinggi

Prinsip cetak ini adalah bagian yang bertinta adalah bagian yang paling tinggi. Bagian ini bila diterakan atau dicetakkan, tinta atau gambar akan berpindah ke atas permukaan kertas. Berdasarkan bahan dan alat yang dipergunakan dalam cetak tinggi dikenal beberapa jenis cetakan seperti cukil kayu (wood cut), cukilan lino (lino cut), tera kayu (wood engraving) serta cukilan bahan lain seperti karet atau plastik.

b.    Cetak dalam

Prinsip cetak dalam adalah hasil cetakan yang diperoleh dari celah garis bagian dalam dari plat klisenya bukan bagian tingginya seperti stempel atau cap. Teknik cetak ini merupakan kebalikan dari teknik cetak tinggi. Acuan cetak yang dipergunakan adalah lempengan tembaga atau seng yang ditoreh atau diberi kedalaman untuk tempat tinta. Kedalaman dibuat menggunakan alat penoreh yang tajam dan kuat dan atau menggunakan zat kimiawi. Beberapa jenis cetak yang termasuk cetak dalam: goresan langsung (drypoint), akuatin (aquatint), dan mezzotin (mezzotint engraving). Seorang penggrafis kadang-kadang memadukan berbagai teknik sekaligus dalam proses pembuatannya untuk memperoleh efek khusus yang diinginkannya.

c.    Cetak saring

Cetak saring disebut juga serigrafi atau sablon. Sesuai dengan namanya prinsip cetak ini adalah mencetak gambar melalui saringan yang diberi batasan-batasan tertentu. Cetak saring dikenal luas di masyarakat melalui benda-benda yang sering dijumpai sehari hari seperti aplikasinya pada pembuatan kaos, spanduk, bendera, dsb.

d.     Cetak datar

Proses cetak datar atau planografi adalah memanfaatkan perbedaan sifat minyak dan air serta acuan cetakan yang terbuat dari batu (litografi) atau seng. Tinta hanya terkumpul pada bagian cetakan yang sudah digambari dengan pinsil berlemak dan pemindahan gambar dilakukan dengan alat khusus. Teknik litografi inilah yang mengilhami prinsip dasar mesin cetak modern.

4. Seni Kria

Pengertian Seni Kria Seni kria adalah hasil kebudayaan fisik yang lahir karena adanya tantangan dari lingkungan dan diri kriawan. Seni kria diartikan sebagai hasil daya cipta manusia melalui keterampilan tangan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya, serta umumnya dibuat dari bahan-bahan alam. Penciptaan karya kria yang baik didasarkan pada syarat kegunaan (utility) dan keindahan (estetika). Syarat keindahan terdiri atas aspek kenyamanan, keluwesan dan kenyamanan. Hubungan antara bentuk, fungsi dan keindahan juga merupakan asas penciptaan yang harus dimiliki seorang kriawan. Karya seni kria memiliki karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh keterampilan dan kreativitas kriawan, materi, alat, fungsi dan teknik penciptaanya. Aspek-aspek tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Jenis-jenis seni kria sering pula dinamai berdasarkan bahan pembentukan atau mediumnya seperti kria kayu, kria logam, kria serat, kria kulit, kria tekstil, kria kaca, kria batu dsb. Selain berdasarkan bahannya beberapa kenis kria dinamai atau dikategorikan berdasarkan teknik pembuatannya seperti kria batik, kria anyam, kria sungging, kria ukir dsb.

5. Seni Bangunan (Arsitektur)

Pada dasarnya seni bangunan merupakan bagian dari seni rupa, tetapi karena kekhususan yang dimilikinya seringkali seni bangunan dikelompokan tersendiri dalam seni arsitektur. Berdasarkan bentuk dan fungsinya seni bangunan seni bangunan dapat dikategorikan sebagai seni pakai. Indonesia memiliki warisan peninggalan karya seni bangunan yang sangat banyak jumlah dan macamnya dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia mengenal dan memiliki bangunan khas daerahnya masing-masing. Bentuk-bentuk bangunan tersebut dibuat berdasarkan ide atau gagasan yang bersumber dari kebudayaannya masing-masing. Struktur, denah, bahan dan teknik pada rumah-rumah-rumah adat tradisional dibangun berdasarkan aturan-aturan baku yang dipatuhi dan diwariskan secara turun temurun. Dalam perkembangannya, pengaruh kebudayaan yang datang dari Barat memperkenalkan bentuk-bentuk baru pada bangunan-bangunan yang sudah ada. Bentuk-bentuk baru tersebut dengan imajinasi dan kreativitas seniman (arsitektur) diolah dan digabungkan dengan bentuk-bentuk tradisional yang sudah ada sebelumnya menghasilkan bentuk-bentuk bangunan kontemporer. 10

6. Desain

Desain merupakan kegiatan reka letak atau perancangan. Hampir semua karya seni rupa melalui proses perancangan sebelum diproduksi atau diwujudkan dalam bentuk jadi yang sesungguhnya. Tetapi, pengertian desain saat ini lebih sering digunakan untuk menunjukkan proses perancangan karya-karya seni rupa terapan (useful art).


F.    PRINSIP DASAR SENI RUPA

Yang dimaksud Prinsip Dasar Seni Rupa adalah : Pengetahuan dasar untuk berkarya seni rupa merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan berkarya seni rupa dalam bentuk dua Demensi maupun Karya seni Rupa tiga Demensi.

1.    KOMPOSISI

Suatu cara dan ketentuan untuk mengatur, mengusun, meramu (menyampur) dengan dasar kaidah-kaidah yang ada, hingga mewujudkan, suasana tatanan  yang harmonis, kaidah-kaidah yang dimaksud dapat dibagi dua tahap proses yang sebenarnya kesemuanya itu adalah merupakan satu kesatuan  teknis yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena saling mendukung untuk mendapatkan hasil karya seni yang bermutu atau yang berkwalitas, namun demikian untuk permulaan belajar dapat menggunakan kaidah dasar lebih dulu, karena dengan menggunakan kaidah dasar tersebut sudah bisa dilihat hasilnya walaupun belum tuntas penyelesaiannya.Contoh penerapan komposisi yang sifatnya:

a.    Mengatur  : bagaimana seorang disainer Interior mengatur perabot rumah, hiasan, foto dalam satu ruangan yang  masing-masing disebut elemen estetik.

b.    Menyusun :bagaimana seorang disainer seni grafis menyusun huruf, kata-kata, kalimat, gambar dalam satu bidang media cetak majalah atau surat kabar.

c.    Meramu :  Kata meramu juga bisa diartikan mencampur bagaimana cara seorang pelukis mencampur warna, dan seorang opoteker meramu obat dengan memperhatikan kadar bahan yang dipakai

2.    BALANCE  (Keseimbangan) yang dimaksud ialah cara mengatur  beberapa benda atau bidang dalam satu bidang kertas gambar agar hasilnya serasi dan harmonis. Ada beberapa macam keseimbangan dalam mengatur bentuk/warna dalam gambar:

a.    Keseimbangan Simetri : “keseimbangan yang diterapkan pada pengatura benda atau bidang yang sama bentuknya, atau jika  gambar tersebut dibagi dua merupakan satu bentuk yang dibagi dua sama besar atau sama dan sebangun.

b.    Keseimbangan a Simetris = keseimbangan yang diterapkan pada pengaturan benda atau beberapa bentuk / warna yang tidak sama ukuran besar kecilnya benda, atau tidak sama posisinya caa meletakkannya.

c.    Keseimbangan Skew Simetri = keseimbangan yang diterapkan pada beberapa bentuk benda atau bidang yang sama tapi sehadap penerapannya banyak dipergunakan untuk menggambar hiasan.

3.    PROPORSI (Perbadingan).

Semua wujud benda yang ada di alam ini masing-masing mempunyai perbandingan atau proporsi anara benda satu dengan yang lain atau bagian-bagian dalam satu unit benda. Benda-benda yang dimaksud tersebut bisa benda ciptaan Tuhan, benda alam bisa benda buatan manusia. Jika kita perhatikan ukuran-ukuran benda yang kita lihat sehari-hari mempunyai ketentuan ukuran yang sifatnya normatif terdapat benda-benda mati, benda hidup, atau makhluk hidup. Benda mati seperti : meja, kursi, mobil dll Benda hidup : berupa tumbuh-tumbuhan mulai drai rumput, pohon, bunga-bungaan, dll. Dalam penerapannya proporsi (perandingan) ada dua kemungkinan yaitu :

a.    Proporsi yang diterapkan pada karya seni rupa dua Dimensi.

Proporsi pada bidang ditinjau dari ukuran sisi bidang panjang dan lebar, secara umum digunakan menurut golden saction yang dipakai sejak zaman kuno, yaitu ukuran  P : K = (2:3) (4:3) (5:7) dan seterusnya. Contoh : pada kertas gambar, yang kita gunakan berukuran : 20 : 30 cm atau 30 : 40 cm juga seperti pas foto 4 : 6 = 4 cm x 6 cm pada bangunan diterapkan pada : Panjang/lebar jendela/pintu, mungkin juga pada ruangan. Untuk menerapkan bentuk benda pada kertas gambar atau pada kanvas seperti  menggambar alam benda maka penerapannya proporsinya yang harus  diperhatikan adalah sebagai berikut:  Proposal antara besar gambar dengan luas kertas gambar untuk mempermudah dapat dilakukan dengan cara yang ideal adalah menentukan  bidang 2/3 luas kertas gambar adalah merupakan  besar gambar. Contoh : Cara menentukan 2/3 bagian dari luar kertas gambar.

    Bagilah sisi panjang menjadi 6 ruas

    Bagilah pula sisi lebar menjadi 6 ruas

    Hubungkan titik-titik 1/6 dari sudut kertas atau ke bawah dan dari kiri ke kanan.

b.    Proporsi yang diterapkan pada karya seni rupa tiga dimensi

Proporsi pada karya seni rupa 3 dimensi. Proporsi antara benda satu dengan benda lain yang ukurannya sudah tertentu (normatif). Misal : Gelas dengan Teko. Proporsi antara satu dengan yang lain dalam satu unit benda misal sebuah cangkir perhatikan tiga gambar.

Contoh : bandingkan mana yang benar dan mana yang salah antara pegangan cangkir dengan body cangkir.

4.    FAKTOR UNITY (Kesatuan) : Kesatuan yang dimaksud disini  adalah kesatuan yang ditinjau dari segi penataan/pengaturan/penerapan atau rangkaian (inte-atif) hingga benda-benda yang diatur dalam gambar satu sama lain saling mendukung, apabila dikurangi salah satu bagian akan terjadi ketidak wajaran atau ketidak seimbangan. Ada dua macam yaitu :

a.    Kesatuan antara bagian-bagian benda dalam satu unit benda, bila benda tersebut pada satu nama misal : Teko, cangkir, dengan jelas dapat secara normatif apa bila benda tersebut adalah teko, karena adanya elemen-elemen yang mendukung dalam satu kesatuan misal : pada teko tersebut ada body, penyangga, tutup, tempat pansuran air, dan elemen-elemn tersebut benar-benar punya ukuran tertentu yang normatif.

b.    Kesatuan dalam penataan (penerapan) bagaimana menata / mengatur benda yang nampak satu sama lain saling mendukung hingga menghasilkan penataan yang serasi / artistik dalam melakukan pekerjaan menggambarkan yang terdiri beberapa benda maka faktor kesatuan (unity) sangat menentukan kebenaran  kualitas pekerjaan tersebut. Contoh : jika kita amati gambar dibawah ini akan merupakan perbedaan yang jelas antara kesatuan dalam penataan dan kesatuan dalam satu unit benda. Kaidah-kaidah tersebut merupakan persyaratan mutlak untuk membuat karya gambar / lukis yang sangat rrendasar juga merupakan faktor yang sangat mendukung agar karya penataan ruang bermutu atau bernilai tinggi.

Dalam taraf permulaan ketiga kaidah tersebut sudah dapat dipergunakan untuk  membuat satu karya misal  karya gambar bentuk untuk  mengerjakan gambar ada dua macam cara untuk menentukan obyek  yaitu :

1.    Menggambar dengan model (material)

2.    Menggambar tanpa model (non material)

Menggambar bentuk dengan model atau tanpa keduanya tetap harus menggunakan  memperhatikan ketiga kaidah yang telah di contohnya diatas, dan kaidah lanjutan sebagai tahap penyelesaian akhir atau tahap finishing.

5.    FAKTOR INTENCITY : yang dimaksud ialah ketajaman warna atau gelap terang pada penampilan gambar (lukisan) hingga kesan bayangan demensinal benda benar-benar nampak, untuk menunjukkan kondisi volume dari suatu benda atau menunjukkan kesan perspektif dari penataan benda-benda dalam gambar, untuk mewujudkan hasil gambar / lukisan yang berkualitas dibutuhkan ketrampilan / kemampuan yang tinggi.

6.    FAKTOR EMPHASIS : maksudnya adalah pusat perhatian dari seluruh rangkaian gambar atau bagian dari gambar/lukisan yang dijadikan focus pandangan dengan istilah lain dapat disebut Centra of Inters, untuk mewujudkan hal ini dapat dilakukan dengan jalan memberi warna yang mencolok (kontras) atau membagi garis arah berlawanan, dan dapat pula dengan arsir yang intensitasnya tinggi.


G.    UNSUR-UNSUR SENI RUPA

Yang dimaksud dengan unsur-unsur seni rupa ialah bagian-bagian yang sangat menentukan terwujudnya suatu bentuk karya seni rupa karena pemahaman kerangka dari pengertian unsur-unsur inilah maka seseorang akan mampu membuat karya seni rupa menjadi lebih sempurna, unsur-unsur seni rupa yang dimaksud adalah :

1.    Titik :    Satu bentuk/tanda yang dibuat dengan satu kali tekan dengan menggunakan alat tulis/alat lukis, dapat pula dikatakan titik merupakan suatu bentuk yang paling kecil dari seluruh rangkaian bentuk yang dibuat dalam pekerjaan menggambarkan/melukis.

2.    Garis adalah unsur senirupa yang paling sederhana tetapi penting dalam penampilan estetik. Garis selalu dapat diamati secara visual pada tiap benda alam dan pada hasil karya seni rupa. Dalam hal ini dibedakan antara garis alamiah dan garis yang diciptakan (sengaja maupun tidak sengaja).Fungsi garis:

a.    Untuk memberikan representasi atau citra struktur, bentuk dan bidang. Garis ini sering disebut garis blabar (garis kontur) berfungsi sebagai batas/ tepi

b.    Untuk menekankan nilai ekspresi seperti nilai gerak atau dinamika (movement), nilai irama (rhythm) dan nilai arah (direction). Garis ini disebut juga garis grafis.

c.    Untuk memberikan kesan matra (dimensi) dan kesan barik (tekstur). Garis ini sering disebut garis arsir atau garis tekstur. Garis tekstur lebih bisa dihayati dengan jalan meraba.

Sifat garis:

a.    Sifat garis menunjuk adanya beberapa jenis garis, seperti:

b.    Garis lurus vertikal dan horizontal yang dapat mengungkapkan kesan tertentu, seperti tenang, statis atau stabil.

c.    Garis putus yang dapat mengungkapkan kesan gerak dan gelisah.

d.    Garis silang atau diagonal yang dapat mengungkapkan kesan gerak, tegang dan ragu.

e.    Garis lengkung yang dapat mengungkapkan kesan lamban, irama dan santai.

3.    Bidang

Unsur bidang dalam senirupa adalah perkembangan dari penampilan garis, yaitu perpaduan garis-garis dalam kondisi tertentu. Bidang dapat diamati secara visual pada tiap benda alam dan pada hasil karya senirupa. Dalam hal ini dibedakan antara bidang alamiah dan bidang yang dicipta (sengaja maupun tidak sengaja).

Contoh:

a.    Bidang alamiah: bidang lapangan atau taman, bidang sawah, bidang langit, bidang laut dsb.

b.    Bidang yang dicipta: Bidang lukisan, bidang segitiga, bidang lingkaran dsb. -sengaja dibuat

c.    Bidang yang timbul karena pembubuhan warna, cahaya atau barik. -tidak disengaja

Fungsi bidang:

a.    Untuk menekankan nilai ekspresi dan nilai gerak (movement), nilai irama (rhythm) dan nilai arah (direction).

b.    Untuk memberikan batas dan bentuk serta ruang seperti yang tampak pada bangunan dan patung.

c.    Untuk memberikan kesan trimatra (3 dimensi) yang ditimbulkan oleh batasan panjang, lebar dan tinggi.

Sifat bidang:

a.    Bidang harizontal dan vertikal yang memberikan kesan tenang, statis, stabil dan gerak.

b.    Bidang bundar yang memberikan kesan kadang-kadang stabil, kadang-kadang gerak.

c.    Bidang segitiga yang memberikan kesan statis maupun dinamais.

d.    Bidang bergelombang (cekung dan cembung) yang memberikan kesan irama dan gerak.

4.    Ruang

Ruang sebenarnya tidak dapat dilihat (khayalan), jadi hanya bisa dihayati. Ruang baru dapat dihayati setelah kehadiran benda atau unsur garis dan bidang dalam kekosongan atau kehampaan. Misalnya ruang yang ada disekeliling benda, ruang yang dibatasi oleh bidang dinding rumah, ruang yang terjadi karena garis pembatas pada kertas.

Ruang adalah suatu kehampaan tiga dimensional, dimana benda yang ada mempunyai kedudukan dan arah yang relatif. (Webster). Didalam senirupa dikenal ruang 2D dan ruang 3D. Ruang dapat dihayati di alam dan pada karya senirupa, karenanya dibedakan antara ruang alamiah dan ruang yang diciptakan (disengaja atau tidak disengaja).

Contoh:

a.    Ruang alamiah: Ruang yang terdapat di alam yang dibatasi oleh benda-benda alam dan karena pengaruh cahaya seperti pada pemandangan alam.

b.    Ruang yang diciptakan: Ruang interior dan eksteriorsebuah bangunan yang dapat memberikan suasana yang dikehendaki, seperti sebuah interior mesdjid atau gereja. -disengaja. Ruang yang timbul karena penempatan berbagai warna, jarak gelap terang, seperti pada sebuah lukisan. -tidak disengaja.

Fungsi ruang:

a.    Untuk memberikan kesan trimatra (3 dimensi), seperti kesan kedalaman, jarak dan plastisitas pada sebuah lukisan alam.

b.    Untuk menekankan nilai ekspresi seperti irama, gerak, kepadatan dan kehampaan, seperti pada karya arsitektur dan seni patung.

c.    Untuk memberikan kesan nilai guna (nilai praktis), seperti ruang pada gelas (rongga gelas), ruang pada lemari dsb.

Sifat ruang:

a.    Ruang terbuka atau ruang tak terbatas, yaitu ruang berada di luar/ di sekeliling benda, seperti ruang eksterior bangunan yang dapat memberikan kesan keabadian/ kelanggengan.Ruang tertutup atau ruang terbatas, yaitu ruang berada dalam batasan benda, seperti ruang interior bangunan atau ruang patung.

b.    Ruang perlambangan, yaitu ruang yang memberikan arti perlambangan kehadiran ruang, seperti pada pernyataan ruang alam kecil (microcosmos) dan ruang alam besar (macrocosmos).

c.    Ruang gelap terang, yaitu ruang yang timbul karena pengaruh cahaya atau karena pembubuhan warna, seperti pada lukisan.

5.    Warna

Warna memberi pengaruh kejiwaan (fungsi psikologis), seperti warna hijau dan putih dalam kedokteran memberikan perasaan tenang. Warna memberi pengaruh keindahan (fungsi estetis). Warna memberi pengaruh perlambangan (fungsi simbolik), baik untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun yang bersifat formal, informal dan asosiatif. Warna heraldik; warna yang dipakai menurut kebiasaan (konvensi).

6.    Tekstur

Tekstur adalah unsur senirupa yang memberikan watak/karakter pada permukaan bidang yang dapat dilihat dan diraba. Tekstur yang dapat dilihat atau diraba pada permukaan bidang dibedakan antara tekstur alamiah dan tekstur buatan. Tekstur alamiah ialah watak bidang yang tercipta oleh alam, seperti urat kayu atau batu. Tekstur buatan atau tiruan ialah watak bidang yang dibuat (disebut juga tekstur simulasi), membuat watak kayu pada bidang memberi kesan tekstur dengan cara tehnik gambar tertentu. Fungsi tekstur: ialah untuk memberikan watak tertentu pada bidang permukaan yang dapat menimbulkan nilai estetik. Misalnya tekstur dari urat-urat kayu ditonjolkan pada permukaan bidang patung sesuai dengan bentuk patung.

7.    Bentuk

Kata bentuk dalam senirupa diartikan sebagai wujud yang terdapat di alam dan yang tampak nyata. Sebagai unsur seni, bentuk hadir sebagai manifestasi fisik dari obyek yang dijiwai yang disebut juga sebagai sosok (dalam bahasa Inggris disebut form). Misalnya membuat bentuk manusia, binatang dsb. Ada juga bentuk yang hadir karena tidak dijiwai atau secara kebetulan (dalam bahasa Inggris disebut shape) yang dipakai juga dengan kata wujud atau raga.

8.    Gelap dan Terang (cahaya)

Meskipun cahaya kehadirannya tidak dapat dilihat seperti unsur senirupa lainnya, tetapi cahaya tidak sedikit peranannya sebagai unsur senirupa. Cahaya yang dapat memberikan pengaruh pada nilai keindahan karya seni meliputi: Cahaya alamiah, yaitu cahaya sebagai unsur alam, seperti sinar matahari atau bulan, cahaya petir atau cahaya apai. Cahaya buatan manusia, seperti cahaya lampu, baterai dan sebagainya. Pada karya senirupa, cahaya sengaja dihadirkan untuk kepentingan nilai estetis, artinya untuk memperjelas kehadiran unsur-unsur senirupa lainnya. Peralihan dari gelap dan terang adalah upaya untuk mempertegas volume suatu bentuk.


H.    Perkembangan Seni Rupa Anak Sekolah Dasar

Setiap guru SD perlu mengenal latar belakang anak didiknya, khususnya landasan teori tentang dunia kesenirupaan anak yang telah dikembangkan oleh para ahli, agar ia dapat memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Anak Sekolah Dasar (SD) berusia sekitar 6 - 12 tahun. Berdasarkan teori tahap-tahap perkembangan menggambar/seni rupa secara garis besar dapat dibedakan dua tahap karakteristik, yaitu kelas I sampai dengan kelas III ditandai dengan kuatnya daya fantasi-imajinasi, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI ditandai dengan mulai berfungsinya kekuatan rasio. Perbedaan kedua karakteristik ini tampak pada gambar-gambar (karya dua dimensi) atau model, patung dan perwujudan karya tiga dimensi lainnya.

Ada dua cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak-anak. Pertama, mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli. Kedua, mengamati dan mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori yang telah kita pelajari. Melalui kegiatan ini, diharapkan kita bisa memahami perkembangan seni rupa anak secara komprehensif.

Dalam psikologi perkembangan dinyatakan baha pada rentang kehidupan manusia khususnya anak ada yang disebut masa keemasan yang dikenal dengan masa peka. Hal ini dipertegas oleh Piere Duquet (1953: 41) bahwa: “A childre who does not draw is an anomaly, and particulary so in the years between 6 an 10, which is outstandingly the golden age of creative expression”. Pada masa peka atau keemasan ini anak harus diberi kesempatan agar potensi yang dimilikinya berfungsi secara maksimal. Masa peka tiap orang berbeda-beda. Secara umum, masa peka menggambar ada pada masa lima tahun, sedangkan masa peka perkembangan ingatan logis pada umur 12 dan 13 tahun (Muharam dan Sundaryati, 1991: 33). Selanjutnya, untuk terciptanya kesempatan bagi siswa agar dapat melakukan ekspresi kreatif, maka guru perlu melakukan kegiatan berupa:

1)    memberi perangsang (stimulasi) kepada siswa,

2)    guru dapat mempertajam imajinasi dan memperkuat emosi siswa dengan menggunakan metode pertanyaan yang dikembangkan Sokrates.

Kemampuan siswa kelas rendah dalam membuat gambar tampak lebih spontan dan kreatif dibandingkan dengan siswa kelas tinggi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi usia anak, maka kemampuan rasionya semakin berkembang sehingga dapat berpikir kritis. Kondisi ini akan mempengaruhi anak dalam hal spontanitas dan kreatifitas karya. Bila rasionya sudah berfungsi dengan baik, maka dalam membuat karya seni, misalnya menggambar, mereka selalu mempertimbangkan objek gambar secara rasional; bentuk yang baik, proporsi yang tepat, penggunaan warna yang cocok sesuai dengan benda yang dilihatnya.

Sejalan dengan pendapat di atas, sebagai guru pendidikan seni rupa perlu memahami perkembangan artistik (artistic development) peserta didik.

1.    Masa Coreng-Moreng (Scribbling Period)

Kesenangan membuat goresan pada anak-anak usia dua tahun bahkan sebelum dua tahun sejalan dengan perkembangan motorik tangan dan jarinya yang masih menggunakan motorik kasar. Hal ini dapat kita temukan anak yang melubangi atau melukai kertas yang digoresnya. Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik. Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik anak yang masih mengunakan moRotik kasar. Kemudian, pada perekmbangan berikutnya penggambaran garis mulai beragam dengan arah yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar. Periode ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu: 1) corengan tak beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3) corengan bernama. Ciri gambar yang dihasilkan anak pada tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang, mencoreng tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi Corengan terkendali ditandai dengan kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordiani antara perkembangan visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan coretan garis baik yang horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.

Corengan bernama merupakan tahap akhir masa coreng moreng. Biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan dengan perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol goresannya bahkan telah memberinya nama, misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”. Anak-anak memiliki jiwa bebas, ceria. Mereka sangat menyenangi warna-warna yang cerah misalnya dari crayon. Kesenangan menggunakan warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul terhadap karya yang dibuatnya. Penggunaan warna pada masa ini lebih menekankan pada penguasaan teknik-mekanik penempatan warna berdasarkan kepraktisan penempatannya dibandingkan dengan kepentingan aspek emosi. Pada masa mencoreng, bila anak difasilitasi oleh orang tua maka akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi dalam hal garis dan bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari ada hubungan gambar dengan lingkungannnya. Hal yang paling penting yang harus dilakukan oleh orang tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian terhadap karya yang sedang dibuat anak sehingga tercipta kemampuan komunikasi anak dengan orang deswasa secara melalui bahasa.

2.    Masa Pra Bagan (Pre Schematic Period)

Usia anak pada tahap ini bisanya berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas awal. Kecenderungan umum pada tahap ini, objek yang digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki. Sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki. Ciri-ciri yang menarik lainnya pada tahap ini yaitu telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek warna belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru, merah, coklat atau warna lain yang disenanginya.

3.    Masa Bagan (Schematic Period)

Konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan berputar atau rebah (tampak pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan rebah ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line).

4.    Masa Realisme Awal (Early Realism)

Pada periode Realisme Awal, karya anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan. Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya. Pemahaman warna sudah mulai disadari. Warna biru langit berbeda dengan biru air laut. Penguasan konsep ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi bertumpu pada garis dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan garis horizon. Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini. Ada perbedaan kesenangan umum, misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.

5.    Masa Naturalisme Semu

Pada masa naturalisme semu, kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin berkembang. Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri. Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang, rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya. Penguasaan rasa perbandingan (proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptic memperlihatkan tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari. Ada sesuatu yang unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak ekspresi kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan intelektualnya berkembang dengan sangat pesatnya. Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan menjadi penghambat dalam proses berkarya. Apakah gambar ini seperti kucing? Sementara kemampuan menggambar kucing kurang misalnya.Sebagai akibatnya mereka malu kalau memperlihatkan karyanya kepada sesamanya.

6.    Periode Penentuan

Pada periode ini tumbuh kesadaran akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan. Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan terhindar dari sentuhan.


I.    PERANAN SENI RUPA

a.    Peranan Bagi Anak Usia Dini

Bermain bagi anak merupakan kegembiraan dan kesibukan yang penting. Dalam bertanya seni rupa dapat menimbulkan kegembiraan. Kegembiraan anak nampak dan terlihat disebabkan oleh keaktifan atau kesempatan bergerak, bereksperimen, berlomba dan berkomunikasi. Dapat pula dilihat betapa senangnya anak-anak berkarya melalui seni rupa, mereka akan bergerak-gerak dengan sadar atau tidak, mencoba-coba sesuatu yang diinginkan. Dalam kelompok mereka selalu berlomba untuk menyelesaikan karyanya sesuai dengan gagasannya. Apabila anak berhasil berkarya, dengan spontan ia akan berteriak dan bergerak, menandakan kegembiraannya. Anak berkarya sesuai dengan daya fantasinya dan apa yang dicapainya perlu mendapat pemahaman/pengertian orang lain. Bermain sangat berguna bagi perkembangan anak untuk persiapan dalam kehidupan masa dewasa. Permainan dimaksudkan antara lain : Permainan “membentuk”; melatih anak untuk berkarya. Permainan “fungsi”; melatih berbagai macam aktivitas fisik. Permainan “peranan”; berguna untuk menyiapkan anak mampu melakukan peranan dalam kehidupan di kemudian hari. Permainan “menerima”; berguna untuk memupuk kemampuan menerima kebudayaan.

b.    Peranan Guru

Peranan guru di kelas adalah menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dan memahami karakteristik siswa sebagai anak didik di kelasnya. Dalam melaksanakan kegiatan kelas guru harus menjadi pengelola, perencana, penyuluh dan perancang program yang baik dan tuntas. Guru yang simpatik, imajinatif, kreatif dan luas pengetahuannya. Adalah prasarat mutlak bagi guru sekolah dasar.

c.    Peranan Sekolah

Sekolah berperan sebagai tempat membina dan melatih diri melalui pengajaran dan pendidikan untuk mengatasi segala masalah di masyarakat kelak setelah anak menyelesaikan sekolah. Di sekolah anak-anak dihadapkan pada tuntutan untuk tetap bersikap teratur berdisiplin (diam/tenang), memperhatikan petunjuk-petunjuk guru, menguasai seluruh perangkat.


J.    FUNGSI SENI RUPA

Sebagai unsur budaya, seni hadir atau diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik lahir maupun batin. Sebuah unsur budaya akan tetap terpelihara keberadaannya jika unsur budaya tersebut masih berfungsi dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat merasakan betapa kita sangat membutuhkan sarana berekspresi dalam menikmati keindahan bentuk. Berdasarkan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan manusia, seni dipilah menjadi beberapa kelompok.

1.    Fungsi Individual

Manusia terdiri dari unsur fisik dan psikis. Salah satu unsur psikis adalah emosi. Maka fungsi individual ini dibagi menjadi fungsi fisik dan fungsi emosi.

a.    Fisik Fungsi ini banyak dipenuhi melalui seni pakai yang berhubungan dengan fisik, seperti; busana, perabot, rumah alat transportasi dan sebagainya.

b.    Fisik Emosional Fungsi ini dipenuhi melalui seni murni, baik dari senimannya maupun dari pengamat atau konsumennya. Contoh: lukisan, patung, film dan sebagainya.

2.    Fungsi Sosial

Fungsi sosial artinya dapat dinikmati dan bermanfaat bagi kepentingan orang banyak dalam waktu relative bersamaan. Fungsi ini dikelompokkan dalam beberapa bidang.

•    Rekreasi / hiburan Seni dapat digunakan sebagai sarana untuk melepas kejenuhan atau mengurangi kesedihan. Contoh: film, komedi, tempat rekreasi dan sebagainya.

•    Komunikasi Seni dapat digunakan untuk mengkomunikan sesuatu seperti pesan, kritik, kebijakan, gagasan, dan produk kepada orang banyak. Contoh: iklan, poster, spanduk, dan lain-lain.

•    Edukasi / Pendidikan Pendidikan juga memanfaatkan seni sebagai sarana penunjangnya, contoh; gambar ilustrasi pada buku pelajaran, poster ilmiah, foto dan sebagainya.

•    Religi / Keagamaan Karya seni dapat dijadikan ciri atau pesan keagamaan. Contohnya; kaligrafi, arsitektur tempat ibadah, busana keagamaan dan sebagainya.